Rabu, 04 Juli 2012

RESENSI NOVEL AYAT-AYAT CINTA

Judul Resensi              : Ayat – ayat cinta
Peresensi oleh              : Mohamad ilham
DATA BUKU
Pengarang  : Habiburrahman El-Shirazy
Editor : Anif Sirsaeba Alafsana
Kata pengantar : Novel budaya , nobel reliji atau novel cinta ?
oleh Hadi Susanti ( Pemerhati Sastra dan Kandidat Doktor Twente Universiteit , Belanda)
Penerbit : REPUBLIKA
Tahun terbit : 2004
Tebal buku : 411 halaman 20,5 cm x 13,5cm
Harga buku. : Rp 95.000
Pembukaan

Bagian pendahuluan dapat dimulai dengan memaparkan tentang pengarang buku, seperti namanya, atau prestasinya. Ada juga resensi novel yang pada bagian pendahuluan ini memperkenalkan secara garis besar apa isi buku novel tersebut.
 
Pengarang novel ayat ayat cinta yakni Habiburrahman El-Shirazy merupakan mahasiswa lulusan Universitas Al Azhar, Kairo fakultas Ushu-luddin , jurusan hadist.Telah merampungkan di The Iinstitude for Islamic Studies Incairo yang didirikan oleh Imam Al Baiquri
Prestasi penulis yaitu :
1.      Meraih juara II lomba menulis artikel se-MAN Surakarta (1994)
2.      Menjadi pemenang 1 dalam lomba puisi relegius tingkat SLTA se-Jateng
3.      Pemenang 1 lomba pidato tingkat remaja se-eks karisidenan Surakarta (diadakan oleh jemaah masjid nurul Huda)
4.      Pe-raih Juara 1 puisi arab tingkat nasional yang diadakan oleh IMABA UGM
5.      Mejadi pemenang terbaik ke-5 dalam lomba KIR tingkat SLTA se-jateng yang diadakan oleh kanwil P dan K jateng dengan judul tulisan “ analisis dampak film laga terhadap kepribadian Remaja.
6.      Menjadi duta Indonesia untuk mengikuti “perkemahan pemuada islam internasional kedua” yang diadakan oleh WAMY ( the World Assembly of Mosloem Youth) selama sepuluh hari di kota Ismailia, Mesir (juli 1996)
7.      Menjadi coordinator sastra islam ICMI Orsat Cairo selama dua periode ( 1998-2000 dan 2000-2002)
8.      Menjadi dewan Asaatidz pesantren virtual Nahdhatul Ulama yang berpusat dikairo
9.      Menghasilkan beberapa karya terjemahan seperti Ar-rosul (GIP, 2001) dan biografi Umar bin Abdul Aziz (GIP , 2002)

SINOPSIS NOVEL AYAT-AYAT CINTA
“Mencintai-Nya Menuntunku Pada Cintamu”
Di kota Mesir tinggalah gadis yang bernama Maria Grigis. Maria tinggal dalam 1 flat bersama Fachri Bin Abdillah yang berasala dari Indonesia. Fachri mengenyam pendidikannya di Al Ahzar Cairo Mesir demi mendapatkan sebuah gelar masternya. Maria adalah seorang sahabat yang baik bagi Fachri. Belajar di mesir tidak membuat Fahri bin Abdillah adalah pelajar Indonesia yang berusaha menggapai gelar masternya di Al Ahzar. Berteman dengan panas dan debu di Mesir. Mempunyai impian untuk mencapai gelar master di mesir , dia hidup dengan berbagai macam target dan kesederhanaan hidup. Bertahan dengan menjadi penerjemah buku-buku agama. Belajar di Mesir, membuat Fahri dapat mengenal Maria, Nurul, Noura, dan Aisha.
Maria Grigis adalah tetangga satu flat Fahri, yang beragama Kristen Koptik tapi mengagumi Al Quran. Dan menganggumi Fahri. Kekaguman yang berubah menjadi cinta. Sayangnya, cinta Maria hanya tercurah dalam diary saja. Sementara Nurul adalah anak seorang kyai terkenal, yang juga mengeruk ilmu di Al Azhar. Sebenarnya Fahri menaruh hati pada gadis manis ini. Sayang rasa mindernya yang hanya anak keturunan petani membuatnya tidak pernah menunjukkan rasa apa pun pada Nurul. Sementara Nurul pun menjadi ragu dan selalu menebak-nebak.
Noura adalah tetangga Fahri, yang selalu disika Ayahnya sendiri. Fahri berempati penuh dengan Noura dan ingin menolongnya. Hanya empati saja. Tidak lebih! Noura selalu disiksa oleh ayahnya. Bahkan ia diperkosa oleh ayahnya sendiri, fachri pun yang tak tega melihat Noura tersungkur ketakutan, ia pun menelfon Maria untuk membantunya menolong Noura. Namun, niat baik Fachri menjadi malapetaka bagi dirinya sendiri. Ia yang sudah mati-matian membatu Noura ternyara harus masuk penjara karena dituduh telah memperkosa Noura.
Nurul adalah anak seorang kyai yang mengenyam ilmu di AL Azhar. Fachri pun menaruh hati kepada gadis manis itu. Namun karena Fachri tidak pernah berani untuk menyatakan cinta, Nurul pun hanya bisa berharap. Namun Noura yang mengharap lebih. Dan nantinya ini menjadi masalah besar ketika Noura menuduh Fahri memperkosanya.
Dan yang terakhir adalah Aisha. Si mata indah yang menyihir Fahri. Sejak sebuah kejadian di metro, saat Fahri membela Islam dari tuduhan kolot dan kaku, Aisha jatuh cinta pada Fahri. Dan Fahri juga tidak bisa membohongi hatinya.
Lantas, siapakah yang nantinya akan dipilih Fahri?
Siapakan yang akan dipersunting oleh Fahri? Siapakah yang dapat mencintai Fahri dengan tulus? Mari kita cari jawabannya dari sinopsis “Ayat-Ayat Cinta” berikut.
Fahri sedang dalam perjalanan menuju Masjid Abu Bakar Ash-Shiddiq yang terletak di Shubra El-Kaima, ujung utara kota Cairo, untuk talaqqi (belajar secara face to face pada seorang syaikh) pada Syaikh Utsman, seorang syaikh yang cukup tersohor di Mesir. Di Mesir Fahri tinggal bersama dengan keempat orang temannya yang juga berasal drai Indonesia. Mereka adalah Siful, Rudi, Hamdi, dan Misbah. Mereka tinggal di sebuah apartemen sederhana yang mempunyai dua lantai, dimana lantai dasar menjadi temapt tinggal Fahri dan empat temannya, sedangkan yang lantai atas ditempati oleh keluarga Kristen Koptik yang sekaligus menjadi tetangga mereka. Keluarga ini terdiri dari Tuan Boutros, Madame Nahed dan dua oranga nak mereka, taitu Maria dan Yousef. Gadis koptik bernama Maria adalah gadis yang luar biasa. Maria mampu menghafal surat Al-Maidah dan surat Maryam. Fachri pun kagum dengan gadis itu.
Selain bertetangga dengan keluarga Tuan Boutros, Fahri juga mempunyai tetangga lain berkulit hitam yang perrangainya berbanding seratusdelapan puluh derajat dengan keluarga Boutros. Kepala keluarga ini bernama Bahadur. Istrinya bernama madame Syaima dan anak-anaknya bernama Mona, Suzanna, dan Noura. Bahadur, madame Syaima, Mona, dan Suzanna sering menyiksa noura karena rupa serta warna rambut Noura yang berbeda dengan mereka. Noura berkulit putih dan berambut pirang. Ya, nasib Noura memang malang.
Sementara itu, Aisha tidak dapat melupakan pemuda yang baik hati mau menolongnya di metro saat itu. Dengan menaiki metro, Fahri berharap ia akan sampai tepat waktu di Masjid Abu Bakar As-Shiddiq. Di metro itulah ia bertemu dengan Aisha. Aisha yang saat itu dicacimaki dan diumpat oleh orang-orang Mesir karena memberikan tempat duduknya pada seorang nenek berkewarganegaraan Amerika, ditolong oleh Fahri. Pertolongan tulus Fahri memberikan kesan yang berarti pada Aisha. Mereka pun berkenalan. Dan ternyata Aisha bukanlah gadis Mesir, melainkan gadis Jerman yang juga tengah menuntut ilmu di mesir. Aisha rupanya jatuh hati pada Fahri. Ia meminta pamannya Eqbal untuk menjodohkannya dengan Fahri. Kebetulan, paman Eqbal mengenal Fahri dan Syaik Utsman. Melalui bantuan Syaik Utsman, Fahri pun bersedia untuk menikah dengan Aisha

Di Mesir Fahri tinggal bersama dengan keempat orang temannya yang juga berasal drai Indonesia. Mereka adalah Siful, Rudi, Hamdi, dan Misbah. Mereka tinggal di sebuah apartemen sederhana yang mempunyai dua lantai, dimana lantai dasar menjadi temapt tinggal Fahri dan empat temannya, sedangkan yang lanai atas ditemapati oleh keluarga Kristen Koptik yang sekaligus menjadi tetangga mereka. Keluarga ini terdiri dari Tuan Boutros, Madame Nahed dan dua oranga nak mereka, taitu Maria dan Yousef.
Walau keyakinan dan aqiqah mereka berbeda, tapi antara keluarga Fahri dan Tuan Boutros terjalin hubungan yang sangat baik. Terlebih Fahri dan Maria berteman begitu akarab. Fahri menyebut Maria sebagai gadis koptik yang aneh. Bagaimana tidak, Maria mampu menghafal surat Al-Maidah dan surat Maryam.
Selain bertetangga dengan keluarga Tuan Boutros, Fahri juga mempunyai tetangga lain berkulit hitam yang sifatnya berbanding seratus delapan puluh derajat dengan keluarga Boutros. Kepala keluarga ini bernama Bahadur. Istrinya bernama madame Syaima dan anak-anaknya bernama Mona, Suzanna, dan Noura.
Bahadur, madame Syaima, Mona, dan Suzanna sering menyiksa noura karena rupa serta warna rambut Noura yang berbeda dengan mereka. Noura berkulit putih dan berambut pirang. Ya, nasib Noura memang malang. Suatu malam Noura diusir Bahadur dari rumah. Noura diseret ke jalan sembari dicambuk. Tangisannya memilukan. Fahri tidak tega melihat Noura diperlakukan demikian oleh Bahadur. Ia meminta Maria melalui sms untuk menolong Noura. Fahri tidak bisa menolong Noura secara langsung karena Noura bukan muhrimnya. Maria pun bersedia menolong Noura malam itu. Ia membawa Noura ke flatnya.
Fahri dan Maria berusaha mencari tahu siapa keluarga Noura sebenarnya. Mereka yakin Noura bukanlah anak Bahadur dan madame Syaima. Dan benar. Noura bukan anak mereka. Noura yang malang itu akhirnya bisa berkumpul bersama orang-orang yang menyayanginya. Ia sangat berterima kasih pada Fahri dan Maria.
Sementara itu, Aisha tidak dapat melupakan pemuda yang baik hati mau menolongnya di metro saat itu. Aisha rupanya jatuh hati pada Fahri. Ia meminta pamannya Eqbal untuk menjodohkannya dengan Fahri. Kebetulan, paman Eqbal mengenal Fahri dan Syaik Utsman. Melalui bantuan Syaik Utsman, Fahri pun bersedia untuk menikah dengan Aisha.
Mendengar kabar pernikahan Fahri, Nurul menjadi sangat kecewa. Paman dan bibinya sempat datang ke rumah Fahri untuk memberitahu bahwa keponakannya sangat mencitai Fahri. Namun terlambat! Fahri akan segera menikah dengan Aisha. Oh, malang benar nasib Nurul.
Dan pernikahan Fahri dengan Aisha pun berlangsung. Fahri dan Aisha memutuskan untuk berbulanmadu di sebuah apartemen cantik selama beberapa minggu.
Sepulang dari ‘bulanmadu’nya, Fahri mendapat kejutan dari Maria dan Yousef. Maria dan adiknya itu datang ke rumah Fahri untuk memberikan sebuah kado pernikahan. Namun Maria tampak lebih kurus dan murung. Memang, saat Fahri dan Aisha menikah, keluarga Boutros sedang pergi berlibur. Alhasil, begitu mendengar Fahri telah menjadi milik wanita lain dan tidak lagi tinggal di flat, Maria sangat terpukul.
Kebahagian Fahri dan Aisha tidak bertahan lama karena Fahri harus menjalani hukuman di penjara atas tuduhan pemerkosaan terhadap Noura. Noura teramat terluka saat Fahri memutuskan untuk menikah dengan Aisha.
Di persidangan, Noura yang tengah hamil itu memberikan kesaksian bahwa janin yang dikandungnya adalah anak Fahri. Pengacara Fahri tidak dapat berbuat apa-apa karena ia belum memiliki bukti yang kuat untuk membebaskan kliennya dari segala tuduhan. Fahri pun harus mendekam di bui selama beberapa minggu.
Satu-satunya saksi kunci yang dapat meloloskan Fahri dari fitnah kejam Noura adalah Maria. Marialah yang bersama Noura malam itu (malam yang Noura sebut dalam persidangan sebagai malam dimana Fahri memperkosanya).
Tapi Maria sedang terkulai lemah tak berdaya. Luka hati karena cinta yang bertepuk sebelah tangan membuatnya jatuh sakit. Tidak ada jalan lain. Atas desakan Aisha, Fahri pun menikahi Maria. Aisha berharap, dengan mendengar suara dan merasakan sentuhan tangan Fahri, Maria tersadar dari koma panjangnya. Dan harapan Aisha menjadi kenyataan. Maria dapat membuka matanya dan kemudian bersedia untuk memberikan kesaksian di persidangan. Alhasil, Fahri pun terbebas dari tuduhan Noura. Dengan kata lain, Fahri dapat meninggalkan penjara yang mengerikan itu.
Noura menyesal atas perbuatan yang dilakukannya. Dengan jiwa besar, Fahri memaafkan Noura. Dan, terungkaplah bahawa ayah dari bayi dalam kandungan Noura dalah Bahadur.
Fahri, Aisha, dan Maria mampu menjalani rumah tangga mereka dengan baik. Aisha menganggap Maria sebagai adiknya, demikian pula Maria yang menghormati Aisha selayaknya seorang kakak. Tidak ada yang menduga jika maut akhirnya merenggut Maria. Namun Maria beruntung karena sebelum ajal menjemputnya, ia telah menjadi seorang mu’alaf.
Dari buku kita tahu bahwa Fahri selalu “menjaga diri” di tengah wanita-wanita yang dekat dengannya. Hal itu Fahri lakukan karena rasa cintanya pada Yang Maha Kuasa. Fahri berusaha konsisten dengan prinsip, dan ajaran agama yang ia pegang teguh. Cinta Fahri pada agama dan Sang Khalik menuntunnya pada cinta Aisha. Atas izin Allah Fahri dan Aisha bersatu di bawah payung cinta yang tulus mengharapkan ridhaNya.


Tubuh Resensi
Judul               : Ayat-Ayat Cinta
Pengarang       : Habiburrahman El-Shirazy
Tebal Buku      : 411 halaman
Diresensi oleh  : Mohamad ilham

KELEBIHAN
  • Ceritanya begitu menyentuh dan mengalir seakan pembaca mengalami berbagai masalah yang dialami sang tokoh
  • Penulis mengajak pembaca mendalami Islam dengan bahasanya yang menyejukkan
  • Kisah-kisah hubungan antar manusia (kisah cinta) digambarkan secara menarik dan utuh tanpa harus terasa vulgar.
KEKURANGAN
  • Seorang pria dicintai empat orang wanita. Mungkinkah? Jika dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari, rasanya aneh jika ada pria yang di”gilai” oleh empat orang wanita sekaligus. Baik Aisha, Maria, Noura, dan Nurul menginginkan Fahri menjadi suaminya. Beruntung sekali tokoh Fahri! Mungkinkah hal yang demikian ada dalam kehidupan nyata?
  • Ceritanya sangat menyentuh hati, bahkan pembaca pun ikut masuk kedalam cerita ini
  • Kisah-kisah hubungan antar manusia dalam cinta dan persahabatan mengajarkan kita untuk tetap bisa saling menolong.
  • Noura frustasi karena tidak mendapatkan cinta Fahri. Ia lantas memfitnah Fahri dengan tuduhan yang kejam. Benarkah ada seorang wanita yang seperti Noura dalam kehidupan nyata? Cinta tetaplah cinta. Tidak akan berubah menjadi pisau yang dapat menusuk dari belakang.
  • Terdapat bahasa arab yang bisa di pelajari oleh pembaca.
  • Perbedaan agama yang terdapat dalam kisah ini mengajarkan kita untuk tetap saling menghargai dan menghormati, bahwa tak ada agama yang mengajarkan keburukan kepada umatnya.
  • Dapat membuat pembelajaran tentang cara menikah menurut syariat islam. Mengajarkan kita untuk besikap adil

KEBERMANFAATAN
  • Merupakan media penyaluran dakwah kepada siapa saja yang ingin mengetahui lebih banyak tentang islam.
  • Penganiayaan terhadap Noura sangat kurang logis terlebih lagi kisahnya yang dibawa kejalur hukum yang menyebabkan Fachri masuk kedalam penjara.
  • Dengan membaca novel ini kita dapat mengetahui geografi kota Mesir serta sosial budaya Timur Tengah tanpa harus pergi ke sana.Memberikan

Penutup

Buku ini cocok di baca karena memiliki unsure sastra islami yaitu novel pembangun jiwa, yang menyisipkan pesan moral dan akhlak dalam ceritanya. Kehalusan ini berarti tidak menimbulkan perasaan pembaca bahwa dakhwah sengaja diselipkan dengan terpaksa. Novel ini menceritakan hubungan suami istri tapi tidak terjatuh dalam kevulgaran. Novel ini berisikan pula mimpi fahri yang bertemu dengan Ibnu Mas’ud mengingatkan kita dasar cerita pada kitab Ar-Ruuh karya Ibnu Qayyim Al Jauziyah.