Rabu, 17 November 2010

UPAYA PENYELAMATAN KREDIT BERMASALAH

Beberapa cara pendekatanyang dapatdi pertimbangkan dalam upaya penyelamatan kredit bermasalah sebagai berikut :
1. RESCHEDULING ( penjadwalan ulang)
Yaitu perubahan persayratan kredit yang hanya menyangkut jadwal pembayaran dan jangka waktu kredit. Kredit yang memperoleh fasilitas rescheduling hanyalah debitur yang memenuhi persyaratan tertentu antra lain :
• usaha debitur memeiliki prospek untuk bangkit kembali
• debitur menunjukan itikad baik yaitu memiliki willingness to pay dan adanya kenyakinan bahwa debitur tetap berminta dan beniat untuk terus mengelolah usahanya.
Dalam proses rescheduling ini tunggakan pokok dan bunga di jumlahkan (dikapitalisasi) untuk kemudain di jadwalkan kembali pembayaran untuk di buat perjanjian rescheduling tersendiri

2. RECONDITIONING (Persyaratan ulang)
Yaitu perubahan sebagian atau seluruh syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran , jangka waktu , dan persyaratan lainya sepanjang tidak menyangkut perubahan maksimal saldo kredit
Dalam reconditioning ini dapat pula diberikan kepada debitur keringan berupa pembebasan sebagian bunga tertunggak atau penghentian perhitungan binga bagi debitur yang bersifat jujur , terbuka dan cooperative serta usahanya masih potensial dapat beroperasi dengan menguntungkan namun mengalami kesulitan keuangan.

3. RESTRUCTURING (Penataan ulang)
Yaitu perubahan syarat-syarat kredit yang menyangkut penambahan dana bank , konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menkadi pokom kredit baru atau konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan , yang dapat di serta dengan penjadwalan kembali atau persyaratan kembali


4. EKSEKUSI BARANG JAMINAN
Yaitu penjualan barang-barang yang dijadikan jaminan dalam rangka pelunasan hutang. Pelaksanaan ini di lakukan terhadap katagori kredit yang memang benar-benar menurut bank usaha debitur sudah tidak ada lagi di bantu untuk di sehatkan kembali atau usaha nasabah yang sudah tidak memiliki prospek untuk di kembangkan.
Apabila hal ini terjadi bank menyarankan agar nasabah menjual jaminannya berdasarkan kesepakatan , kedua belah pihak dengan mencari pembeli yang potensial. Harga penjualan pada dasarnya harus atas kesepakatan kedua belah pihak. Atau dapat menyerahkan penjualan barang jaminan tersebut kepada debitur untuk mendapatkan harga terbaik dengan ketentuan dan proses dan cara pembayaran tetap di kuasai bank. Apabila ternyata hasil penjualan tersebut berlebih , maka sisa penjualan barang jamian dapat di kembalikan kepada debitur.
Namun apabila harga penjualan tidak mencukupi menutup keseluruan kewajiban debitur maka bank dapat menempuh dua kebijakan yaitu :
Pertama : bank membebaskan atau menghapus sisa utang
Kedua : sisa utang debitur tetap di bukukan dengan harapan suatu ketika dapat melunasi kewajiabannya.

Bagi bank milik pemerintah , proses penyelesaian kredit macet menurut ketentuan serahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara

BIRO INFORMASI KREDIT

Biro informasi kredit

Kebijakan pengembangan industri perbankan di masa datang diarahkan untuk mencapai suatu sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien guna menciptakan kestabilan sistem keuangan yang pada gilirannya akan membantu mendorong perekonomian nasional secara berkesinambungan.

Bertitik tolak dari hal tersebut, dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi melalui penyaluran kredit, sejak tahun 2006 Bank Indonesia merasa perlu untuk mendukung pelaksanaan fungsi intermediasi perbankan melalui pembentukan Biro Informasi Kredit. Tugas utama Biro Informasi Kredit adalah menghimpun dan menyimpan data penyediaan dana/pembiayaan, dan pada akhirnya mendistribusikannya sebagai informasi kredit yang selanjutnya disebut dengan Informasi Debitur Individual (IDI) Historis. IDI Historis dapat dimanfaatkan oleh lembaga keuangan anggota Biro Informasi Kredit (perbankan dan Lembaga Keuangan Non Bank), serta masyarakat baik perorangan maupun badan usaha.
Bagi lembaga keuangan, IDI Historis yang diperoleh diharapkan dapat dimanfaatkan antara lain untuk mengetahui kredibilitas (kelayakan) calon penerima fasilitas penyediaan dana (debitur) dan untuk mengetahui calon debitur dimaksud sedang menerima fasilitas penyediaan dana dari lembaga lain atau tidak. Informasi tersebut akan membantu lembaga keuangan dalam:
1. Mempermudah analisa untuk pemberian kredit/pembiayaan, sehingga dapat memperlancar proses penyediaan dana; dan
2. Penerapan manajemen risiko antara lain untuk menghindari kegagalan membayar pinjaman yang telah diberikan dan mencegah penipuan.
Bagi masyarakat, IDI Historis yang diperoleh diharapkan mampu memberikan edukasi positif untuk senantiasa bertanggung jawab terhadap kewajiban kredit yang telah diterimanya, sekaligus untuk membantu melakukan kontrol terhadap kebenaran dan keakuratan data yang disampaikan lembaga keuangan kepada Bank Indonesia.
Hal yang perlu diperhatikan:
1. Kewenangan memutuskan untuk memberikan fasilitas kredit/pembiayaan merupakan kebijakan perbankan atau LKNB yang bersangkutan.
2. Kebenaran dan keakuratan informasi IDI Historis adalah tanggung jawab dari lembaga keuangan anggota Biro Informasi Kredit yang melaporkan data tersebut.
3. Segala akibat hukum yang timbul sehubungan dengan penggunaan IDI Historis untuk keperluan lembaga keuangan anggota Biro Informasi Kredit yang tidak sesuai dengan ketentuan, sepenuhnya menjadi tanggung jawab lembaga keuangan yang bersangkutan.
4. Segala akibat hukum yang timbul sehubungan dengan penggunaan IDI Historis oleh masyarakat, sepenuhnya menjadi tanggung jawab yang bersangkutan.

sumber : www.bi.go.id