Minggu, 02 Oktober 2011

analisa jurnal 1

Tema : kepuasaan konsumen
Judul : Studi Kasus: Produk Kartu Seluler PraBayar Mentari-Indosat Wilayah Semarang)
Masalah : STRATEGI MENINGKATKAN LOYALITAS MELALUI KEPUASAN PELANGGAN
Oleh : Ari Wijayanti



latar belakang

Pentingnya loyalitas pelanggan dalam pemasaran tidak diragukan lagi. Pemasar sangat mengharapkan dapat mempertahankan pelanggannya dalam jangka panjang, bahkan jika mungkin untuk selamanya. Usaha ini akan mendatangkan sukses besar dalam jangka panjang. Pelanggan yang loyal mempunyai kecenderungan lebih rendah untuk melakukan switching (berpindah merek), menjadi strong word of mouth (Bowen & Chen, 2001; Rowley & Dawes, 2000; Hallowell, 1996 dalam Darsono, 2004).
Seorang pelanggan yang loyal akan mengurangi usaha mencari pelanggan baru, memberikan umpan balik positif kepada organisasi. Selain itu ada keyakinan yang kuat bahwa loyalitas memiliki hubungan dengan profitabilitas (Hallowell,1996; Rowley & Dawes,1999 dalam Darsono 2004). Penurunan tersebut berasal dari penurunan marketing costs, serta peningkatan penjualan. Aydin & Ozer (2005), menyatakan bahwa perusahaan telekomunikasi kehilangan 2-4 % pelanggan mereka per bulan, pelanggan yang tidak setia akan mengurangi jutaan pendapatan dan keuntungan yang diperoleh. Oleh karena itu alternatif yang lebih baik adalah melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan pasar yang sudah ada, salah satunya adalah melalui usaha meningkatkan kesetiaan pelanggan.
Loyalitas pelanggan dalam tahap afektif menyatakan bahwa antecedent dari loyalitas adalah kepuasan. Namun masih ada pertentangan mengenai hal ini. Rowley & Dawes (1997) seperti yang dijelaskan oleh Darsono (2004) menyatakan bahwa hubungan antara kepuasan dengan loyalitas tidak jelas. Buktinya Strauss & Neugaus (1997) seperti yang dijelaskan oleh Darsono (2004) menemukan bahwa sejumlah pelanggan yang mengekspresikan kepuasan masih berpindah merek. Hal ini mendorong penulis untuk meneliti lagi mengenai variabel ini dalam hubungannya dengan loyalitas pelanggan. Demikian halnya dengan kaitan perpindahan merek yang dilakukan oleh pelanggan dengan loyalitas pelanggan. Dikenal pula dengan switching cost yaitu biaya yang dikeluarkan oleh pelanggan jika berpindah ke operator lain. Masih terdapat perbedaan pendapat antara para peneliti. Penelitian yang dilakukan oleh Griffin (1995) menunjukkan adanya kepastian bahwa pembelian berulang yang merupakan perilaku setia (loyalty behaviour) akan meningkatkan retensi pelanggan. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Feinberg (1992) serta Van Trijp, Hoyer dan Inman (1996), dimana pembelian berulang terhadap suatu jenis produk akan menimbulkan kebosanan yang pada akhirnya mendorong perilaku mencari variasi sebagai faktor yang berpengaruh terhadap perpindahan merek.
Obyek penelitian yang diambil dalam kajian ini adalah jasa telekomunikasi terutama industri seluler dengan penggunaan kartu prabayar Mentari dari Indosat. Menurut Rukmana (2006), menjelaskan bahwa perkembangan telekomunikasi sangat pesat dengan ditunjukkan dengan adanya peningkatan jumlah pengguna jasa telekomunikasi (JASTEL), sejak tahun 1991 hingga 2001, jumlah pengguna jastel di dunia mengalami peningkatan 3 kali lipat. Perkembangan pesat tersebut mendorong semakin banyaknya pihak-pihak yang ingin turut berkecimpung di dalamnya. Di Indonesia, dari sisi jumlah pengguna terdapat peningkatan yang cukup berarti dari tahun ke tahun. Melesatnya pertumbuhan industri seluler melampaui pertumbuhan pelanggan telepon tetap. Persaingan yang tajam ini membuat para pemain di industri seluler sekarang tidak bisa mengandalkan kekuatan teknologi saja. Keunggulan fitur teknologi hanya akan mendatangkan kemenangan sesaat, karena pemain pesaing pun akan melakukan hal yang sama. Kemenangan yang langggeng bisa diraih bila perusahaan mampu meraih customer base yang besar.
Dalam survey yang dilakukan oleh Frontier Consulting Group, dalam Majalah Marketing, Februari 2007, menentukan Top Brand Index (TBI) yang terbentuk dari rata-rata nilai mind share, market share, commitment share. Mind share(Top of Mind-TOM) merujuk pada merk yang pertama kali muncul di benak konsumen ketika berbicara kategori tertentu. Market share (Last Usage) dilihat dari merek-merek yang terakhir dipergunakan responden. Komponen terakhir dari top brand adalah commitment share atau future intention yang merupakan cerminan keinginan konsumen untuk mengkonsumsi di masa datang. Dari hasil survey menunjukkan bahwa Kartu prabayar Mentari Indosat masih dibawah dari Simpati-Telkomsel.

Tabel 1.2
Top Brand Index Kartu Seluler

Pra bayar
Merek 2006 2007 2008

% % %
Simpati TOM 36,6 41,7

Last Usage 42,3 38,4

Future Intention 42,9 42,4

TBI 40,6 40,8 36,1

Mentari TOM 32,1 24,4

Last Usage 25,0 19,2

Future Intention 24,5 19,7

TBI 27,2 21,1 17,8

Sumber : Marketing, Februari 2007 dan 2008
Oleh karena itu penelitian ini ingin menguji faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas pelanggan. Faktor-faktor tersebut adalah: kualitas layanan, kualitas produk, harga, switching cost dan kepuasan pelanggan. Hal ini perlu dilakukan mengingat bisnis telekomunikasi semakin mnggiurkan dan semakin banyaknya pesaing yang memasuk bisnis ini.

TELAAH PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN MODEL

Kualitas Layanan terhadap Kepuasan Pelanggan

Dalam Tjiptono (2005) menyatakan bahwa Lewis & Booms (1983) merupakan pakar yang pertama kali mendefinisikan kualitas jasa sebagai ukuran seberapa bagus tingkat layanan yang diberikan mampu sesuai dengan ekspektasi pelanggan. Berdasarkan definisi ini, kualitas jasa bisa diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas jasa yaitu jasa yang diharapkan (expected service) dan jasa yang dirasakan (perceived service). Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Hal ini berarti citra kualitas yang baik bukanlah berdasarkan sudut pandang atau persepsi penyedia jasa melainkan dari sudut pandang atau persepsi pelanggan. Baik buruknya kualitas pelayanan jasa menjadi tanggung jawab seluruh bagian organisasi perusahaan. Oleh sebab itu, baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten (Tjiptono, 2005). Gefen (2002) juga berpendapat kualitas pelayanan sebagai perbandingan subyektif yang dibuat konsumen antara kualitas pelayanan yang diterima dan apa yang didapatkan secara aktual.

Dalam penelitian Hellier (2002) menyatakan bahwa kualitas layanan hanya memiliki sedikit pengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Hal ini didukung oleh Powpaka (1996) dalam Hellier (2002) bahwa standart tinggi kualitas layanan merupakan hal yang penting tapi tidak cukup untuk meningkatkan kepuasan pelanggan secara keseluruhan.
Hal yang berbeda disampaikan oleh peneliti lain misalnya bahwa kualitas jasa harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir dengan kepuasan pelanggan serta persepsi positif terhadap kualitas jasa (Kotler 2000 dalam Tjiptono, 2005). Parasuraman (1985) menyatakan kepuasan pelanggan merupakan hasil dari persepsi pembeli mengenai kualitas pelayanan.

Hubungan antara kualitas pelayanann dan kepuasan secara luas didokumentasikan dalam literatur terutama pemasaran, hubungan tersebut secara teoritis maupun empiris adalah positif seperti yang telah diteliti oleh Sonderlund (1988). Secara teoritis ketika pelayanan yang diberikan mampu memenuhi atau melampaui pengharapan atau ekpetasi pelanggan maka pelanggan tersebut merasa puas (Andreaseen dan Lindestad, 1998 dan Parasuraman et al, 1988).
Secara empiris banyak penelitian dengan latar belakang sampel yang berbeda-beda telah membuktikan bahwa kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan bersifat positif. Sivadas (2000) & Selnes (1993) juga membuktikan kualitas pelayanan mempengaruhi kepuasan, sehingga dikembangkan hipotesa selanjutnya sebagai berikut:

H1 : Kualitas layanan berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan


Kualitas produk terhadap Kepuasan Pelanggan

Konsep produk ini lebih cenderung mengacu pada kualitas produk dan merk. Selnes (1993) mendefinisikan konsep produk yang berkaitan dengan reputasi produk sebagai persepsi dari kualitas barang/jasa yang berhubungan dengan nama produknya. Kualitas produk adalah segala sesuatu yang memiliki nilai di pasar sasaran (target market) dimana kemampuannya memberikan manfaat dan kepuasan, termasuk hal ini adalah benda, jasa, organisasi, tempat, orang dan ide. Dalam hal ini perusahaan memusatkan perhatian mereka pada usaha untuk menghasilkan produk yang unggul dan terus menyempurnakan. Produk yang berkualitas tinggi merupakan salah satu kunci sukses perusahaan. Memperbaiki kualitas produk ataupun jasa merupakan tantangan yang penting bagi perusahaan bersaing di pasar global. Perbaikan kualitas produk akan mengurangi biaya dan meningkatkan keunggulan bersaing, bahkan lebih jauh lagi, kualitas produk yang tinggi menciptakan keunggulan bersaing yang bertahan lama. Oleh karena itu kualitas digambarkan oleh Feigenbaum (dalam Reeves dan Bednar, 1994) sebagai faktor penting yang mendorong pertumbuhan ekonomis perusahaan-perusahaan di manapun di dunia ini dalam konteks pasar global.
Naser et al (1999) mengatakan bahwa kepuasan pelanggan sangat tergantung pada bagaimana tingkat kualitas produk yang ditawarkan, namun sayangnya Naser et al (1999) mencatat kurangnya perhatian pada hubungan antara kualitas produk dengan kepuasan pelanggan dalam konteks perusahaan jasa. Penelitian Naser (1999) menunjukkan bahwa atribut-atribut produk mempengaruhi kepuasan nasabah. Sedangkan penelitian Selnes (1993) menunjukkan bahwa kinerja produk sebagaimana dipersepsikan pelanggan mempengaruhi kepuasan pelanggan. Sementara hasil penelitian Andreassen dan Lindestad (1998) membuktikan bahwa kualitas produk diukur dari persepsi pelanggan atas tingkat kerusakan suatu produk mempengaruhi tingkat kepuasan. Berdasarkan uraian diatas didapatkan hipotesa sebagai berikut:
H2 : Kualitas produk berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan

Harga terhadap Kepuasan Pelanggan

Harga yang dimaksud bukanlah harga dalam bentuk nominal namun lebih cenderung diarahkan pada elemen-elemen program pemasaran seperti harga jual produk, diskon dan system pembayaran yang diterapkan kepada pengguna produk. Bagi pelanggan harga merupakan hal yang penting karena mampu membuat pelanggan dari pasar industri memperoleh keuntungan. Biong (1993) mengutarakan bahwa produk yang mampu memberikan keuntungan, harga jual yang kompetitif dan skema pembayaran yang lunak akan memungkinkan pengguna memperoleh margin keuntungan yang lebih tinggi.
Harga merupakan faktor ekstrinsik sebagai fungsi pengganti kualitas ketika pelanggan tidak memiliki informasi yang cukup mengenai atribut intrinsik sehingga pelanggan menggunakan harga untuk menduga kualitas ketika hanya hargalah yang diketahui. Namun ketika kualitas produk secara intrinsik diketahui maka dugaan ini kurang meyakinkan (Zeithaml, 1988). Chapman (1986); Mazumdar (1986); Monroe dan Krishnan (1985) dalam Zeithaml (1988) menyatakan bahwa harga adalah pengorbanan pelanggan untuk mendapatkan produk atau jasa yang diinginkan.
Zhang (2001) menyatakan bahwa persaingan membuat dunia usaha berusaha untuk memuaskan kebutuhan pelanggan dengan harga yang rendah. Abdul-Muhmin (2002), membuktikan bahwa variabel harga memiliki pengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan. Berdasarkan hal tersebut maka diajukan hipotesa sebagai berikut:
H3 : Harga berpengaruh positif terhadap kepuasan pelanggan

Kepuasan Pelanggan terhadap Loyalitas Pelanggan

Kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan mempunyai konsekuensi perilaku berupa komplain dan loyalitas pelanggan, sehingga apabila organisasi atau perusahaan dapat memperhatikan segala hal yang dapat membentuk kepuasan pelanggan, maka kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan secara keseluruhan akan terbentuk. Di mana kepuasan keseluruhan didefinisikan sebagai pernyataan afektif tentang reaksi emosional terhadap pengalaman atas produk atau jasa, yang dipengaruhi oleh kepuasan pelanggan terhadap produk tersebut dan dengan informasi yang digunakan untuk memilih produk. Kepuasan konsumen atau pelanggan merupakan suatu darah kehidupan setiap perusahaan, sehingga kepuasan pelanggan merupakan salah satu elemen penting dalam peningkatan kinerja pemasaran dalam suatu perusahaan atau organisasi.
Kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan dapat meningkatkan intensitas membeli dari pelanggan tersebut (Assael, 1995). Dengan terciptanya tingkat kepuasan pelanggan yang optimal maka mendorong terciptanya loyalitas di benak pelanggan yang merasa puas tadi. Loyalitas pelanggan dipandang sebagai kekuatan hubungan antara sikap relatif seseorang dan bisnis berulang. Hubungan ini dipandang karena dijembatani oleh norma-norma sosial dan faktor-faktor situasional.
Hubungan kepuasan dengan loyalitas tidak bersifat linier, seperti yang dibayangkan oleh pemasar. Seperti yang dinyatakan oleh Rowley & Dawes (1999) bahwa hubungan antara kepuasan dengan loyalitas tidak jelas, buktinya penelitian yang dilakukan oleh Strauss & Neuhaus (1997) menemukan bahwa sejumlah pelanggan yang mengeskpresikan kepuasan, masih juga berpindah merk. Sejumlah pelanggan yang tidak puas, justru tidak berpindah merek. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Ruyten & Bloemer (1999); Soderlund (1998) bahwa kepuasan mempunyai asosiasi positif dengan loyalitas, tetapi dengan catatan peningkatan kepuasan tidak selalu menghasilkan peningkatan loyalitas dalam derajat yang sama (Soderlund, 1998). Oleh karena itu, hubungan antara kepuasan dengan loyalitas tidak bersifat linier, sehingga pelanggan yang puas pun masih dapat berpindah merek (Jones & Sassen, 1995). Oliva et al (1992) menyatakan bahwa hubungan antara kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan adalah non linier. Anderson dan Mital (2000) menyatakan bahwa hubungan antara kepuasan pelanggan dan customer retention asimetric dan non linier.
O’Malley (1998) mengingatkan pemasar bahwa hubungan kepuasan dengan loyalitas tidak bersifat linier, akibatnya penggunaan promosi sebagai salah satu bentuk reward terhadap pelanggan yang loyal berbahaya. Bahayanya adalah pemasar mungkin akan terjebak pada lingkaran promosi, begitu insentif dihilangkan pemasar, konsumen juga tidak akan menemukan alasan untuk melakukan pembelian ulang. Loyalitas mendapat kritikan karena meskipun pelanggan puas dengan pelayanan mereka akan melanjutkan perpindahan karena mereka percaya mereka akan mendapatkan nilai yang lebih bagus, nyaman dan kualitas. Kepuasan penting tapi merupakan indikator loyalitas yang tidak cukup akurat. Dengan kata lain kita memiliki kepuasan tanpa loyalitas, tapi sulit untuk memiliki loyalitas tanpa kepuasan.

Pada penelitian yang lain disebutkan bahwa kepuasan pelanggan berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan misalnya, penelitian Selness (1993) pada 1062 perusahaan yang terdiri dari perusahaan telepon, asuransi, universitas dan supplier ikan salmon. Dalam Koskela (2002) menyatakan bahwa kepuasan pelanggan dan loyalitas pelanggan telah menjadi fokus peneliti seperti Fornell (1992). Mcllroy dan Barnett (2000) menyatakan bahwa konsep penting yang harus dipertimbangkan ketika membangun program loyalitas adalah kepuasan pelanggan. Kepuasan diukur dari sebaik apa harapan pelanggan dipenuhi.
Sedangkan loyalitas pelanggan adalah ukuran semau apa pelanggan melakukan pembelian lagi

Dengan adanya research gap diatas maka hipotesa yang diajukan adalah:

H4 : Kepuasan pelanggan berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan

Loyalitas pelanggan

Kesetiaan pelanggan adalah aset yang bernilai strategik, maka peneliti perilaku konsumen tertarik untuk mengembangkan dan memformulasikan konsep beserta pengukurannya. Masalah pokok yang timbul bagi para peneliti adalah bagaimana mendefinisikan istilah kesetiaan, apakah istilah tersebut dikaitkan dengan perilaku konsumen ataukah sikap konsumen. Pada awal perkembangannya kesetiaan pelanggan lebih dikaitkan dengan perilaku. Ini dapat dilihat dari teori belajar tradisional (Classical dan Instrumental Conditioning) yang cenderung melihat kesetiaan dari aspek perilaku. konsumen dianggap mempunyai kesetiaan terhadap suatu merk tertentu jika ia telah membeli merk yang sama tersebut sebanyak tiga kali berturut-turut. Kendalanya adalah kesulitan dalam membedakan antara yang benar-benar setia dengan yang palsu meskipun perilakunya sama.

Hampir sama dengan konsep kesetiaan dari teori belajar tradisional, Jacoby dan Keyner dalam Dharmesta (1999)mendefinisikan kesetiaan pelanggan sebagai berikut: “Brand loyalty is : (1) the biased (i.e. non random), (2) behavioral responses (i.e. purchase), (3) expressed over time, (4) by some decision making unit, (5) with respect to one or more alternative brands out of set of such brands and is (6) a function of psychological (e.i. decision makingevaluative) processes”.
Berdasarkan definisi tersebut, terdapat empat unsur karakteristik pelanggan.
1. Kesetiaan pelanggan dipandang sebagai kejadian non random. Maksudnya adalah apabila pelanggan mengetahui manfaat dari merk-merk tertentu dan manfaat ini sesuai dengan kebutuhannya, maka dapat dipastikan ia akan setia terhadap merk tersebut.
2. Kesetiaan terhadap merk merupakan respon perilaku yang ditunjukkan sepanjang waktu selama memungkinkan. Respon perilaku ini menggambarkan adanya komitmen atau keterlibatan terhadap merk tertentu sepanjang waktu. Dalam hal ini apabila konsumen memandang merk tersebut memiliki arti penting bagi dirinya, biasanya jenis produk yang berhubungan dengan konsep diri, maka kesetiaan akan menjadi lebih kuat.
3. Kesetiaan terhadap merk dikarakteristikkan dengan adanya proses pengambilan keputusan yang melibatkan alternatif-alternatif merk yang tersedia. Konsumen memiliki looked set, yaitu merk-merk tertentu yang turut diperhitungkan berkaitan dengan keputusan pembelian. Dengan demikian tidak menutup kemungkinan konsumen akan setia terhadap lebih dari satu merk dalam satu jenis produk.
4. Kesetiaan terhadap merk melibatkan fungsi dari proses-proses psikologis yang menunjukkan bahwa ketika pelanggan setia terhadap merk-merk tertentu, pelanggan secara aktif akan memilih merk, terlibat dengan merk dan mengembangkan sikap positif terhadap merk.
Kini konsep kesetiaan pelanggan yang dalam perkembangan awalnya lebih menitik beratkan pada aspek perilaku, dikembangkan lebih luas lagi dengan melibatkan dimensi sikap dan perilaku. Konsep ini dikembangkan oleh Dick dan Basu (1994) kesetiaan dipandang sebagai hubungan erat antara sikap relatif dengan perilaku pembelian ulang. Pandangan yang mendasarkan hubungan antara sikap perilaku ini amat bermanfaat bagi pemasar. Pertama, dari segi validitas akan lebih baik, terutama dapat digunakan untuk memprediksi apakah kesetiaan yang terlihat dari perilaku pembelian ulang terjadi karena memang sikapnya yang positif (senang) terhadap produk tersebut ataukah hanya karena situasi tertentu yang memaksanya (spurious loyalty). Kedua, memungkinkan pemasar melakukan identifikasi terhadap faktor yang dapat menguatkan atau melemahkan konsisten kesetiaan.
Loyalitas akan berkembang mengikuti tiga tahap yaitu tahap kognitif, afektif, dan konatif. Konsumen akan loyal lebih dulu pada aspek kognitifnya, kemudian aspek afektif dan akhirnya pada aspek konatif (Oskamp, 1991 seperti yang dikutip Dharmmesta, 1999).

1. Cognitive

Dalam hal ini unsur-unsur dari aspek kognitif yang berupa pikiran dan segala proses yang terjadi di dalamnya yang mencakup accesibility, confidence, centrality dan kejelasan mengenai sikap terhadap suatu produk akan berpengaruh terhadap kesetiaan pelanggan. Pelanggan yang dapat mengingat dengan mudah nama produk dan yakin bahwa produknya sesuai dengan sistem nilai yang dianutnya akan cenderung lebih bersikap positif dan hal ini penting sekali bagi terbentuknya kesetiaan pelanggan.

2. Affective

Kondisi emosional (perasaan) pelanggan yang merupakan komponen dari sikap akan membentuk kesetiaan pelanggan. Aspek dari perasaan ini meliputi emosi suasana hati dan kepuasaan yang didapatkan setelah menggunakan produk akan membentuk kesetiaan pelanggan.


3. Conative

Kondisi merupakan kecenderungan yang ada pada pelanggan untuk melakukan tindakan tertentu. Ada tiga faktor yang mempengaruhi kecenderungan pelanggan untuk berperilaku yang menunjukkan kesetiaan terhadap suatu merk yaitu biaya peralihan, harapan dan sunk cost. Selain itu norma- norma sosial dan faktor situasional turut berpengaruh terhadap kesetiaan pelanggan. Norma-norma
sosial berisi batasan tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan pelanggan yang berasal dari lingkungan sosialnya (teman, keluarga, tetangga dan lain-lain) memiliki pengaruh yang kuat dalam pembentukan kesetiaan pelanggan. Seorang pelanggan dapat dengan tiba-tiba menghentikan pembelian ulang suatu merk tertentu atau enggan menyampaikan aspek positif dari merk tertentu karena teman dekatnya kurang menerima merk tersebut. Sedangkan faktor situasional yang merupakan kondisi yang relatif sulit dikendalikan oleh pemasar dalam kondisi
tertentu memiliki pengaruh yang cukup besar. Konsep kesetiaan pelanggan yang mengkaitkan antara sikap dan perilaku ini hingga sekarang dianggap lebih komprehensif dan lebih bermanfaat bagi pemasar. Karena itu pengukuran mengenai kesetiaan pelanggan sebaiknya menggunakan aspek sikap dan perilaku sebagai parameternya.

Switching Cost

Porter (1998) dalam Aydin dan Ozer (2004) mendefinisikan switching cost sebagai biaya yang akan dihadapi oleh pelanggan ketika berpindah dari supplier satu ke supplier lain. Dengan pengukuran secara objektif, switching cost juga menyinggung waktu dan beban psikologis yang harus didapatkan untuk menghadapi ketidakpastian dengan supplier atau provider yang baru (Bloemer et al, 1998). Switching cost bisa dilihat sebagai biaya yang menghalangi pelanggan dari kebutuhan akan merek pesaing.

Aydin dan Ozer (2004) menyatakan Switching cost adalah penjumlahan dari biaya ekonomis, psikologis dan fisik. Biaya ekonomis atau financial switching cost adalah sunk cost yang kelihatan ketika pelanggan mengubah mereknya, sebagai contoh yaitu biaya menutup provider lama dan membuka account untuk provider baru. Switching cost berawal dari proses pengambilan keputusan membeli dari pelanggan dan implementasi dari keputusannya tersebut. Dimana proses pembelian berisi tahap sebagai berikut:

1. Need recognition
2. Information search
3. Evaluation of alternatives
4. Purchase desicion
5. Post purchase behaviour

Sebagai contoh, jika pelanggan berharap mengganti operator telepon mereka, maka mereka harus melakukan evaluasi terhadap alternatif pilihan penggantinya yang berkaitan dengan coverage area, penagihan, pelayanan, pelayanan tambahan, dan sebagainya, kemudian melengkapi prosedur pembelian nomor baru, dan akhirnya memberikan informasi ke semua orang mengenai nomor barunya tersebut. Jika pelanggan berpindah, perbandingan akan terjadi antara merek yang baru dan merek yang lama, karena itu kinerja merek baru yang lebih tinggi akan menaikkan ketidakpastian pula. Dengan demikian, untuk menurunkan disonansi kognitif, pelanggan lebih menyukai merek yang telah mereka gunakan dan merasa puas dengan yang sebelumnya

Kepuasan Pelanggan terhadap Switching Cost


Dalam Koskela (2002) Griffin (1995) menyatakan walaupun orang menyatakan mereka puas dalam sebuah survey kepuasan pelanggan, 85 % dari mereka menyatakan masih mau berpindah ke provider atau supplier lain. Mereka mengatakan bahwa dalam industri tertentu hingga 75% pelanggan yang pindah ke penyedia jasa lain mengatakan bahwa mereka puas atau bahkan sangat puas dengan penyedia jasa sebelumnya. Pelanggan mengganti penyedia jasa karena harga atau karena pesaing yang menawarkan peluang baru, atau lebih sederhana karena mereka ingin variasi.

Sesuai teori Post-purchase Cognitive Dissonance Theory (Aydin dan Ozer, 2005) menyatakan bahwa pelanggan yang mengumpulkan informasi untuk mengurangi kegelisahan mengenai kesalahan keputusan pembelian, akan menyusun kembali pengalaman pembelian masa lalu. Dalam proses ini jika pelanggan berpindah, perbandingan akan dibuat antara merek yang akan digunakan dan merk lama. Untuk menurunkan cognitif dissonance, pelanggan cenderung lebih suka menggunakan merk yang telah digunakan dan telah puas sebelumnya.

Analisa Opportunity Cost menyarankan bahwa kepuasan pelanggan memiliki pengaruh positif pada biaya perpindahan. Semakin tinggi kepuasan pelanggan semakin memperbesar opportunity cost, karena pelanggan akan merasa enggan untuk mencoba ke penyedia jasa lain.

Sehingga diajukan hipotesa bahwa :

H5 : Kepuasan pelanggan berpengaruh positif terhadap switching cost

Switching Cost terhadap Loyalitas Pelanggan
Switching Cost merupakan suatu biaya yang dihadapi pembeli ketika melakukan perpindahan dari supplier satu ke yang lain. Variabel ini diukur melalui 5 dimensi yaitu, monetary cost, uncertainty cost, evaluation costs, learning cost, dan set up cost. Switching cost merupakan faktor yang mempengaruhi sensivitas pelanggan terhadap harga, sehingga berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan (Aydin dan Ozer, 2004)
Switching cost merupakan faktor yang secara langsung mempengaruhi sensivitas konsumen pada tingkat harga dan sehingga mempengaruhi loyalitas konsumen (Bloemer et al 1998, Burnham et al, 2003). Switching cost mendorong konsumen untuk merekomendasikan pada konsumen lain (Lam, 2004). Perubahan teknologi dan strategi diferensiasi dari perusahaan menyebabkan switching cost menjadi faktor penting bagi loyalitas konsumen (Aydin dan Ozer, 2005). Bloemer et al (1998) dalam industri yang dikategorikan memiliki switching cost yang rendah konsumennya akan kurang loyal dibanding industri jasa dengan switching cost yang tinggi.
Fornell (1992) dalam Lee et al (2001) hubungan antara kepuasan pelanggan dan loyalitas tergantung pada faktor seperti peraturan pasar, switching cost, brand equity dan keberadaaan program loyalitas. Hauser et al (1994) dalam Lee et al (2001) juga menyatakan bahwa pelanggan menjadi kurang sensitif terhadap kepuasan karena switching cost meningkat. Hasil penelitian Lee (2001) menyatakan bahwa industri pesawat dan bank memiliki switching cost yang tinggi dan supermarket tidak. Pengaruh switching cost pada hubungan kepuasan dan loyalitas tergantung pula pada struktur pasar. Jika pasar bersifat monopoli, pengaruh switching cost kecil. Karena pelanggan yang tidak puas tidak akan berpindah karena tidak ada alternatif. Switching cost menjadi penting jika terdapat beberapa provider. Switching cost memainkan peran yang penting dengan membuatnya berharga tinggi untuk pindah ke provider lain (Lee, 2001), sehingga Switching cost meningkat, maka loyalitas pelanggan akan meningkat pula

Dengan demikian hipotesa yang diajukan adalah:

H6 : Switching cost berpengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan

Kerangka pemkiran penelitian ini bisa dilihat dalam Gambar 1
Gambar 1
Kerangka Pemikiran Teoritis















Sumber: Dikembangkan untuk penelitian ini, 2008

METODE PENELITIAN

Jenis dan Sumber data
Data primer yaitu data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli yang dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang dipersiapkan, kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini berisi dua bagian utama. Bagian yang pertama adalah tentang profil sosial dan identifikasi responden, berisi data responden yang berhubungan dengan identitas responden dan keadaan sosial seperti : usia, pekerjaan, pendidikan terakhir, dan alamat. Sedangkan bagian kedua berdasarkan pernyataan responden, berupa jawaban-jawaban dari kuesioner yang diperoleh dari penyebaran kuesioner kepada pelanggan Kartu Prabayar Mentari Indosat wilayah Semarang. Adapun pertanyaan- pertanyaan dalam kuesioner meliputi variabel-variabel kualitas pelayanan, kualitas produk, harga, Switching Cost, kepuasan pelanggan, loyalitas pelanggan untuk meningkatkan keunggulan bersaing.

Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah pelanggan kartu prabayar Mentari Indosat Semarang.
Selanjutnya peneliti menggunakan cara accidental sampling, accidental sampling adalah penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saya yang secara kebetulan dijumpai peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data (Mas’ud, 2004). Syarat responden yaitu telah menggunakan kartu prabayar Mentari Indosat sama dengan atau lebih dari 1 tahun.




Tabel 1
Indikator dalam Variabel
Variabel Indikator

Service Quality/Kualitas Pelayanan
Aydin dan Ozer (2004), Parasuraman (1994) X1 = Tangible
X2 = Responsiveness
X3 = Assurance
X4 = Reliability
X5 = Emphaty

Variabel Indikator
Kualitas Produk

Selnes (1993), Zhang (2001)
X6 = Penampilan
X7 = Keistimewaan
X8 = Kepercayaan
X9 = Kesesuaian
X10= Daya tahan
X11= Kemudahan dalam perbaikan
X12= Keindahan
X13= Kualitas yang bermanfaat
Harga
Zeithaml, 1988, Djati dan Darmawan (2004), Bei (2007, Voss(2007) X14= Perkiraan harga
X15= Kesesuaian pengorbanan
X16= Kewajaran harga
Kepuasan pelanggan
Selnes (1993), Aydin and Ozer (2005), Ranaweera (2003) X17 = Experience
X18 = Expectation
X19 = Overall satisfaction
Switching Cost

Aydin dan Ozer (2004), Hellier (2002) X20 = Monetary cost
X21 = Uncertainty cost
X22 = Evaluation costs
X23 = Learning cost
X24 = Set up cost
Loyalitas Pelanggan

Hellier (2003), Aydin dan Ozer (2004), Selnes (1993) X25= Melanjutkan penggunaan
X26= Rekomendasi pada orang lain
X27= Ketahanan untuk tidak pindah ke produk lain
Sumber: Dikembangkan untuk penelitian ini, 2008

Teknik Analisis
Data primer yang sudah terkumpul yang bersifat kualitatif akan dikonversikan menjadi kuantitatif, kemudian diuji validitas dan reliabilitas dan selanjutnya dianalisa dengan menggunakan teknik analisa Structural Equation Modelling (SEM).

ANALISIS DATA

Uji Validitas dan Reliabilitas
Untuk menguji validitas dan reliabilitas data dalam analisis SEM digunakan Variance Extract dan Construct Reliability (Ferdinand, 2005). Adapun hasil perhitungannya disajikan dalam Tabel 2 berikut ini :



Tabel 2
Hasil Perhitungan Variance Extract dan Construct Reliability
Variabel Reliability Variance
Kualitas Pelayanan 0.9 0.6
Kualitas Produk 0.9 0.5
Harga 0.8 0.5
Kepuasan Pelanggan 0.8 0.6
Switching Cost 0.8 0.6
Loyalitas Pelanggan 0.8 0.6
Sumber : Data primer yang diolah, 2008

Hasil perhitungan Variance Extract dan Construct Reliability untuk masing-masing variabel penelitian menunjukkan bahwa keenam variabel yang diteliti memiliki nilai reliabilitas yang ≥ 0.7 dan variance extracted ≥ 0.5 sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel tersebut memenuhi kriteria validitas dan reliabilitas.
Analisis Full Model Structural Equation Modeling (SEM)
Analisis hasil pengolahan data pada tahap full model SEM dilakukan dengan melakukan uji kesesuaian dan uji statistik. Hasil pengolahan data untuk analisis full model SEM ditampilkan pada Gambar 2.


Analisis Full Model



1. Uji kesesuaian Model-Goodness of Fit Test
Indeks-indeks kesesuaian model yang digunakan sama seperti pada konfirmatori faktor analisis. Pengujian model SEM ditujukan untuk melihat kesesuaian model. Hasil pengolahan yang dilakukan disajikan dalam Tabel 3 di bawah ini.





Tabel 3

Hasil Pengujian Kelayakan Full Model
Goodness of Fit Indeks Cut off Value Hasil Evaluasi Model
Chi-Square (df=266) Kecil (< 365.04131) 294.498 Baik Probability  0,05 0.111 Baik RMSEA  0,08 0.028 Baik GFI  0,90 0.857 Marginal AGFI  0,90 0.825 Marginal CMIN/DF  2,00 1.107 Baik TLI  0,95 0.978 Baik CFI  0,95 0.981 Baik Sumber : Data primer yang diolah, 2008 Berdasarkan analisis yang dilakukan, nilai Chi-Square = 294.498 dengan df = 266 dan probabilitas 0.111. Hasil Chi-Square ini menunjukkan bahwa hipotesis nol yang menyatakan model sama dengan data empiris diterima yang berarti model adalah fit. 2. Asumsi-Asumsi SEM a. Ukuran Sampel Ukuran sampel yang harus dipenuhi adalah sebesar 100 dan selanjutnya menggunakan perbandingan observasi untuk setiap estimasi parameter. Dalam model penelitian ini terdapat 25 parameter sehingga minimum sampel yang digunakan adalah 105. Penelitian ini menggunakan 135 sampel pelanggan kartu prabayar Mentari Indosat Semarang. b Evaluasi Outliers Evaluasi outliers terdiri atas outliers univariat dan outliers multivariate yang hasilnya dijelaskan di bawah ini. (1) Univariate Outliers Pengujian ada tidaknya univariat outliers dilakukan dengan menganalisa nilai standardized (Z-score) dari data penelitian yang digunakan. Apabila terdapat nilai Z-score berada pada rentang   3, maka akan dikategorikan sebagai univariat outliers. Hasil pengolahan data untuk pengujian ada tidaknya outliers disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil Analisis Univariat Outliers Sumber: Data primer yang diolah, 2008 Hasil pengujian menunjukkan bahwa terdapat indikator yang memiliki univariat outliers, yaitu X20 karena berada pada rentang   3. b. Multivariate Outliers Meskipun data yang dianalisa menunjukkan adanya outliers pada tingkat univariate, maka perlu diketahui apakah observasi-observasi itu dapat menjadi multivariate outliers bila sudah dikombinasikan. Uji Jarak Mahalanobis (Mahalanobis Distance) digunakan untuk melihat ada tidaknya outliers secara multivariate. Untuk menghitung Mahalanobis Distance berdasarkan nilai Chi-Square pada derajat bebas 25 (jumlah indikator) pada tingkat p < 0.001 adalah 2 (25, 0.001) = 52.6196 (berdasarkan Tabel distribusi 2). Berdasarkan hasil pengolahan data dapat diketahui bahwa jarak Mahalanobis maksimal adalah 44.387 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat multivariate outliers. c. Evaluasi Normalitas Data Analisis normalitas dilakukan dengan mengamati nilai CR multivariate dengan rentang  2.58 pada tingkat signifikansi 1% (Ghozali, 2004, p.54). Hasil pengujian normalitas menunjukkan bahwa nilai CR multivariate adalah 2.255 yang berada di bawah 2.58, sehingga dapat dikatakan tidak terdapat bukti bahwa distribusi data variable observed tidak normal. d. Evaluasi Multicollinearity dan Singularity Untuk mengetahui adanya multikolinieritas dan singularitas dapat dilihat dari nilai determinan matriks kovarians yang benar-benar kecil atau mendekati nol. Dari hasil pengolahan data, nilai determinan matriks kovarians sampel adalah: Determinant of sample covariance matrix = 36 994 619 960 Agar sebuah model dapat dikatakan tidak terjadi masalah multicollinearity dan singularity maka nilai Determinant of sample covariance matrix haruslah lebih dari nol. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa nilai determinant of sample covariance matrix berada jauh dari nol. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data penelitian yang digunakan tidak terdapat multikolinieritas dan singularitas. e. Evaluasi Nilai Residu Model yang baik memiliki nilai Standardized Residual Covariance yang kecil. Angka 2.58 merupakan batas nilai Standardized Residual Covariance yang diperkenankan. Dari hasil analisis statistik yang dilakukan dalam penelitian ini, tidak ditemukan nilai standardized residual kovarians yang lebih dari 2.58 sehingga dapat dikatakan bahwa syarat residual terpenuhi dan model tidak perlu dimodifikasi. Pengujian Hipotesis Pengujian keempat hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini didasarkan pada nilai Critical Ratio (CR) dari suatu hubungan kausalitas yang > 2.00.

Tabel 5
Pengujian Hipotesis
Std
Estimate Estimate S.E. C.R. P
Kepuasan_Pelanggan <-- Kualitas_Pelayanan 0.101 0.079 0.169 2.017 0.048
Kepuasan_Pelanggan <-- Kualitas_Produk 0.120 0.102 0.205 2.050 0.043
Kepuasan_Pelanggan <-- Harga 0.132 0.115 0.152 2.059 0.040
Switching_Cost <-- Kepuasan_Pelanggan 0.243 0.261 0.114 2.288 0.022
Loyalitas_Pelanggan <-- Kepuasan_Pelanggan 0.545 0.508 0.103 4.930 0.000
Loyalitas_Pelanggan <-- Switching_Cost 0.201 0.174 0.083 2.086 0.037
Sumber: Data primer yang diolah, 2008


1. Pengujian Hipotesis 1
Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan menunjukkan nilai Standardized Estimate sebesar 0.101 dan nilai CR sebesar 2.017 dengan probabilitas sebesar 0.048. Oleh karena nilai probabilitas < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel kualitas pelayanan berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Dari hasil pengujian ini membuktikan bahwa untuk dapat memperoleh pelanggan yang puas, kualitas pelayanan perlu ditingkatkan. Kualitas harus dimulai dari kebutuhan pelanggan dan berakhir pada persepsi pelanggan. Pelayanan yang berkualitas dapat diwujudkan melalui pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk memenuhi harapan pelanggan. Dengan pelayanan yang sesuai kebutuhan, keinginan, dan harapan hal ini akan berpengaruh pada persepsi pelanggan terhadap jasa tersebut sehingga berdampak pada kepuasan pelanggan.

2. Pengujian Hipotesis 2
Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh kualitas produk terhadap kepuasan pelanggan menunjukkan nilai Standardized Estimate sebesar 0.120 dan nilai CR sebesar 2.050 dengan probabilitas sebesar 0.043. Oleh karena nilai probabilitas < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel kualitas produk berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Dari hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa agar kepuasan pelanggan meningkat, maka cara yang dapat digunakan adalah dengan meningkatkan kualitas produk. Kualitas produk dapat ditingkatkan melalui penambahan fitur-fitur produk yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan serta menyediakan produk yang mudah digunakan (user friendly).

3. Pengujian Hipotesis 3
Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh harga terhadap kepuasan pelanggan menunjukkan nilai Standardized Estimate sebesar 0.132 dan nilai CR sebesar 2.059 dengan probabilitas sebesar 0.040. Oleh karena nilai probabilitas < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel harga berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Oleh karena sifat jasa yang tidak nyata, harga dapat menjadi sebuah indikator yang dianggap mewakili kualitas jasa tersebut sehingga harga memegang peranan penting dalam memberikan kepuasan kepada pelanggan. Penetapan harga yang terlalu murah dan jauh dibawah harga pesaing akan mengesankan jasa tersebut berkualitas rendah sebaliknya penetapan harga yang terlalu tinggi akan menciptakan kesan bahwa jasa tersebut mahal yang dapat merugikan perusahaan. Maka perlu dicermati pula bahwa penetapan harga harus mampu mencerminkan kualitas produk yang ditawarkan dan telah melalui pertimbangan yang matang dan rasional serta diikuti dengan komunikasi yang cukup.
4. Pengujian Hipotesis 4
Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh kepuasan pelanggan terhadap loyalitas pelanggan menunjukkan nilai Standardized Estimate sebesar 0.545 dan nilai CR sebesar 4.930 dengan probabilitas sebesar 0.000. Oleh karena nilai probabilitas < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel kepuasan pelanggan berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan. Kepuasan pelanggan terjadi setelah mengkonsumsi suatu jasa yang dibelinya. Pelanggan akan mengevaluasi pengalaman penggunaan suatu jasa untuk memutuskan apakah mereka akan menggunakan kembali jasa tersebut. Sangat penting bagi perusahaan untuk berfokus pada kepuasan pelanggan karena pelanggan lebih mudah mengubah pikirannya apabila mendapatkan yang lebih baik. Pelanggan yang tidak puas akan selalu mengganti produk mereka dengan produk pesaing. Mereka yang sangat puas sukar untuk mengubah pilihannya. Kepuasan tinggi menciptakan kelekatan emosional terhadap merk, hasilnya adalah kesetiaan pelanggan yang tinggi.
5. Pengujian Hipotesis 5
Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh kepuasan pelanggan terhadap switching cost menunjukkan nilai Standardized Estimate sebesar 0.243 dan nilai CR sebesar 2.288 dengan probabilitas sebesar 0.022. Oleh karena nilai probabilitas < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel kepuasan pelanggan berpengaruh terhadap switching cost. Switching cost merupakan biaya yang akan dihadapi oleh pelanggan ketika berpindah dari supplier satu ke supplier lain. Jika pelanggan berpindah, maka akan terjadi perbandingan antara merek yang baru dan merek yang lama. Pelanggan perlu mengevaluasi jasa yang baru berkaitan dengan coverage area, pelayanan yang akan diperoleh, dan biaya yang harus dikeluarkan berkaitan dengan pemberian informasi ke semua orang mengenai nomor barunya tersebut. Maka dengan resiko yang harus dihadapi oleh pelanggan, pelanggan lebih menyukai merek yang telah mereka gunakan dan merasa puas dengan yang sebelumnya.
6. Pengujian Hipotesis 6
Parameter estimasi untuk pengujian pengaruh switching cost terhadap loyalitas pelanggan menunjukkan nilai Standardized Estimate sebesar 0.201 dan nilai CR sebesar 2.086 dengan probabilitas sebesar 0.037. Oleh karena nilai probabilitas < 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel switching cost berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan. Switching Cost merupakan suatu biaya yang dihadapi pembeli ketika melakukan perpindahan dari supplier satu ke yang lain. Pada pasar yang menyediakan banyak pilihan provider atau penyedia jasa, Switching Cost menjadi besar karena pelanggan perlu menghadapi ketidakpastian kualitas untuk beralih ke provider lain. Dengan Switching Cost yang besar maka pelanggan menjadi kurang sensitif terhadap kepuasan dan akhirnya tetap loyal terhadap jasa yang telah digunakan.

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
Kesimpulan
Setelah melakukan analisis terhadap hipotesis yang diuji dalam penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan dalam penelitian ini, yaitu:
1. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa secara empiris kualitas pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan. Hal ini menunjukkan pentingnya peran kualitas pelayanan dalam meningkatkan kepuasan pelanggan. Untuk itu, agar perusahaan dapat senantiasa memiliki keunggulan bersaing, sangat perlu memperhatikan kualitas pelayanan yang diberikan kepada pelanggannya.
2. Dapat dibuktikan bahwa secara empiris kualitas produk berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan. Bukti tersebut menunjukkan bahwa kepuasan pelanggan sangat tergantung pada tingkat kualitas produk yang ditawarkan. Dengan demikian, agar pelanggan senantiasa puas, perusahaan harus mampu menghasilkan produk yang berkualitas yang sesuai dengan kebutuhan, keinginan, dan harapan pelanggan.
3. Terbukti secara empiris bahwa harga berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan pelanggan. Hal ini menunjukkan bahwa harga sebagai variabel pemasaran yang penting memiliki peran dalam meningkatkan kepuasan pelanggan. Untuk itu perusahaan sangat perlu untuk memperhatikan harga yang ditetapkan agar sesuai dengan kualitas produk dan kualitas pelayanan yang ditawarkan.
4. Terbukti secara empiris bahwa kepuasan pelanggan berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan. Hal ini menunjukkan bahwa pelanggan yang puas terhadap suatu produk dan pelayanan tertentu akan loyal terhadap produk dan pelayanan tersebut. Maka kebijakan yang ditetapkan oleh perusahaan perlu untuk selalui berorientasi pada kepuasan pelanggan.
5. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa kepuasan pelanggan berpengaruh positif dan signifikan terhadap switching cost. Hal ini berarti bahwa jika pelanggan puas maka switching cost yang harus dikeluarkan untuk beralih produk atau pelayanan akan tinggi karena pelanggan perlu pengorbanan untuk mengevaluasi produk dan layanan tersebut apakah sesuai dengan harapannya. Hal ini perlu menjadi dasar kebijakan perusahaan untuk meningkatkan switching cost dengan memprioritaskan kepuasan pelanggan.
6. Dapat dibuktikan bahwa secara empiris switching cost berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas pelanggan. Jika switching cost tinggi maka loyalitas pelanggan terhadap suatu produk dan pelayanan tertentu akan tinggi pula. Hal ini disebabkan karena switching cost merupakan penghalang yang mencegah konsumen dalam melakukan pemilihan untuk beralih pada produk atau pelayanan yang lain. Atas dasar hal ini maka perusahaan perlu untuk membangun switching cost yang tinggi agar pelanggannya tidak mudah beralih ke penyedia produk dan jasa yang lain.

Implikasi Manajerial
Adapun permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai terjadinya penurunan persepsi pelanggan mengenai mentari sehingga digunakan pendekatan variabel-variabel kualitas pelayanan, harga, kualitas produk, kepuasan pelanggan dan switching cost untuk diketahui pengaruhnya terhadap loyalitas pelanggan. Hasil uji hipotesis yang dilakukan menunjukkan bahwa secara empiris kualitas pelayanan, kualitas produk, harga, kepuasan pelanggan dan switching cost berpengaruh terhadap loyalitas pelanggan. Atas dasar tersebut, maka dapat diturunkan beberapa implikasi kebijakan yang dapat digunakan untuk meningkatkan loyalitas pelanggan yang meliputi :
Pertama, loyalitas pelanggan ditingkatkan melalui peningkatan kepuasan pelanggan, artinya jika kepuasan pelanggan meningkat maka pelanggan akan loyal terhadap jasa / produk yang telah digunakan tersebut. Kedua, loyalitas pelanggan ditingkatkan melalui peningkatan switching cost. Adapun implikasi manajerial untuk meningkatkan loyalitas yang dihasilkan dari penelitian ini yang berkaitan dengan variabel switching cost disajikan dalam Tabel 6 berikut ini.
.









Tabel 6
Implikasi Manajerial Untuk Meningkatkan Kepuasan Pelanggan

Variabel Indikator yang diprioritaskan Kebutuhan
(Need) Tindakan
(Action) Waktu Pelaksanaan
Switching Cost Monetary Cost
Pelanggan merasa enggan untuk pindah ke operator lain





• Melakukan survey kepuasan secara berkala
• Meningkatkan kepuasan pelanggan
• Meningkatkan keterikatan pelanggan (misalnya: komunitas, join branding dengan bank,supermarket, bengkel dn lain-lain)
• Memberikan persepsi sulit untuk pindah ke operator lain
• Mempermudah dan mempermurah registrasi nomor baru
• Meningkatkan sinyal dan jangkauan
Jangka pendek

Jangka panjang

Jangka panjang


Jangka pendek

Jangka pendek

Jangka panjang
Sumber: Dikembangkan untuk penelitian ini, 2008
Tabel 7
Implikasi Manajerial Untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan, Kualitas Produk, dan Harga
Variabel Indikator yang diprioritaskan Kebutuhan
(Need) Tindakan
(Action) Waktu Pelaksanaan
Harga Kesesuaian Pengorbanan Harga yang dibayarkan oleh pelanggan harus sesuai dengan jasa/produk yang diterima






• Melakukan review berkala terhadap harga Mentari dan Pesaing
• Memberikan diskon tertentu
• Menurunkan tarif bicara dan SMS
• Melakukan Join branding dengan perangkat selulernya
• Membuat komunitas Mentari yang membuat pelanggan memiliki nilai tambah
• Bekerja sama dengan bank atau kartu kredit untuk memudahkan pelanggan dan mengikat pelanggan
• Memberikan program-program lain sesuai event/acara tertentu Jangka pendek

Jangka pendek
Jangka panjang
Jangka panjang


Jangka pendek

Jangka panjang




Jangka pendek


Kualitas Produk
Penampilan
Sinyal Kuat • Memperluas jangkauan area
• Menambah BTS (Base Transceiver Station)
• Peluncuran Satelit khusus
• Penambahan dealer dan gerai pemantau Jangka panjang
Jangka panjang
Jangka panjang
Jangka panjang
Kualitas Layanan Tangible Kemampuan perusahaan untuk menyediakan produk dan jasa yang didukung oleh teknologi modern • Mengoptimalkan layanan tambahan (GPRS,MMS,3G,
HSDPA)
• Memperbaiki jaringan secara periodik
• Melakukan R & D (Reasearch and development)
• Melakukan training kemajuan teknologi telekomunikasi terhadap Engineer Indosat
• Mensosialisasikan teknologi Mentari kepada masyarakat
• Join teknologi dengan pihak lain misalnya bank, supermarket atau bengkel dan lainnya, sehingga memungkinkan pelanggan mendapat nilai tambah dari penggunaan kartu mentari misalnya kemudahan isi ulang, bonus dan penciptaaan komunitas dan transaksi
• Membangun sistem pelayanan yang cepat
• Membangun sistem data base informasi sehingga bisa merespon kesulitan pelanggan dengan cepat Jangka pendek


Jangka panjang

Jangka panjang

Jangka panjang


Jangka panjang


Jangka panjang









Jangka panjang
Jangka panjang

Sumber: Dikembangkan untuk penelitian ini, 2008


Ketiga, kepuasan yang dirasakan oleh pelanggan merupakan hasil evaluasi terhadap perjumpaan produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan. Maka agar perjumpaan pelanggan dengan produk atau jasa dapat menimbulkan kepuasan, terdapat beberapa implikasi manajerial yang perlu dilakukan perusahaan berkaitan dengan kualitas pelayanan, kualitas produk, dan harga yang disajikan dalam Tabel 7 diatas.


Selain melakukan dua pendekatan strategi diatas, loyalitas pelanggan dapat ditingkatkan dan dipertahankan dengan mempertahankan keunggulan dan memperbaiki faktor-faktor yang masih menjadi kelemahan perusahaan. Adapun keunggulan-keunggulan perusahaan yang perlu dipertahankan adalah :
1. Adanya jaminan ketersediaan dan kemudahan untuk memperoleh kartu mentari karena PT. Indosat telah menggandeng CV Anamely sebagai distributor resmi yang menyediakan kartu seluler Indosat khususnya mentari di Area Jawa Tengah sehingga menjamin ketersediaan dan kemudahan pelanggan dalam memperoleh produk mentari.
2. Telah mencakup 32 provinsi dan 440 kabupaten untuk cakupan jaringan seluler.
3. Telah memiliki 150 galeri Indosat yang tersebar diseluruh Indonesia sebagai pusat pelayanan pelanggan.
Sedangkan faktor kelemahan perusahaan yang masih perlu untuk diperbaiki adalah :
1. Sangat mudah dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti issue buyback saham Indosat oleh Indonesia dan liberalisasi telekomunikasi yang menyebabkan pangsa pasar Indosat menurun
2. Kurang peka dalam melihat calah pasar, misalnya peluncuran 3G dimana Indosat sebagai perusahaan kedua terbesar kalah cepat dengan Excelcomindo serta kurang peka dalam melihat pasar yang ditawarkan dari segmen saluran tetap kabel sehingga sangat

berdampak pada citra perusahaan.
3. Peluncuran promosi tarif hemat atau murah dan inovasi masih kalah dibanding operator lain, sehingga berkesan mengikuti.
Keterbatasan Penelitian dan Agenda Penelitian Mendatang
Yang merupakan keterbatasan dalam penelitian ini adalah nilai Squared Multiple Correlation pada variabel kepuasan pelanggan hanya sebesar 0.10 yang berarti bahwa kualitas layanan, kualitas produk, dan harga dalam menjelaskan terjadinya variasi dalam variabel kepuasan pelanggan hanya sebesar 10%, artinya, bahwa perubahan kepuasan pelanggan (kepuasan meningkat atau menurun), 10% disebabkan oleh perubahan pada kualitas layanan, kualitas produk, dan harga sedangkan sisanya (90%) disebabkan oleh variabel-variabel lain yang tidak dijelaskan di dalam model. Selain itu nilai AGFI dan GFI menyatakan marginal pada pengujian full model Variabel-variabel alternatif tersebut antara lain: atribut produk (Kotler, 1994), daya tarik produk (Boyd dan Mason, 1999), dan citra produk (Biel, 1992).
Agenda Penelitian Mendatang
Pada agenda mendatang, penelitian dapat dilakukan pada responden yang sebelumnya menggunakan akan tetapi kemudian tidak lagi menggunakan produk kartu seluler pra bayar Mentari. Hal ini penting karena Strauss & Neuhaus (1997) menemukan bahwa sejumlah pelanggan yang mengeskpresikan kepuasan, masih juga berpindah merk, Ruyten & Bloemer (1999); Soderlund (1998) bahwa kepuasan mempunyai asosiasi positif dengan loyalitas, tetapi dengan catatan peningkatan kepuasan tidak selalu menghasilkan peningkatan loyalitas dalam derajat yang sama (Soderlund, 1998). dan menggunakan variabel – variabel lain yang belum dijelaskan dalam penelitian ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar