I.
Profil perusahaan
RS OM** INTER****
|
|
Alamat
|
Jl. Alam Sutera
Boulevard --------
|
Telepon
|
(021) 5312 5***
UGD (021) 5312 87** |
Faksimili
|
(021) 5312 8666
|
Affiliasi
|
Rumah Sakit Omni
Medical Center
Jl. Pulomas Barat VI No. 2*** Kel. Kayu Putih, Pulo Gadu** Jakarta Timur 1321* Telepon: (021) 472 3332, 4722 271* (Hunting) UGD (021) 4718** Faksimili: (021) 47180*** Situs web : Dirahasiakan |
Kasus sebuah pelayanan Rumah sakit bertaraf Internasional RS OM** INTER**** Pengadilan Negeri Tangerang memutuskan perkara gugatan
perdata nomor 300/PDG/6/2008/PN-TNG itu sekitar dua pekan yang lalu. Sedangkan
persidangan pidana kasus ini akan digelar pekan depan. Kasus ini bermula dari surat elektronik Prita pada 7 Agustus 2008.
Email itu berisi keluhannya ketika dirawat di RS OM** INTER**** . Surat yang
semula hanya ditujukan ke beberapa temannya itu ternyata beredar ke pelbagai
milis dan forum di Internet, dan diketahui oleh manajemen Rumah Sakit Omni. PT Sarana Mediatama Internasional, pengelola rumah sakit itu, lalu
merespons dengan mengirim jawaban atas keluhan Prita ke milis dan memasang
iklan di harian nasional. Belakangan, PT Sarana juga menggugat Prita, baik
secara perdata maupun pidana, dengan tuduhan pencemaran nama baik. Seorang ibu rumah tangga bernama Prita Mulyasari yang dibui Prita
Mulyasari, ibu dengan dua anak, ditahan sejak 13 Mei 2009 di Lembaga
Pemasyarakatan Wanita Tangerang sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik
Rumah Sakit Internasional Omni, Alam Sutera, Serpong, Tangerang Selatan.
Prita, warga Vila Melati Mas Residence, Serpong,
itu divonis terbukti melanggar Pasal 27 ayat 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, yang isinya, “Setiap orang
dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau
membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang
memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.” Melalui persidangan
yang dilakukan di Pengadilan Negeri Tangerang tanggal 25 Juni
2009, Majelis hakim
menilai bahwa dakwaan jaksa penuntut umum atas kasus Prita Mulyasari tidak
jelas, keliru dalam penerapan hukum, dan tidak memenuhi syarat sesuai dengan
ketentuan Pasal 143 ayat 2 huruf b KUHAP, oleh karenanya melalui persidangan
tersebut kasus Prita akhirnya dibatalkan demi hukum. Majelis hakim Pengadilan
Negeri Tangerang memutuskan Prita Mulyasari (32) tidak terbukti secara sah
melakukan pencemaran nama baik terhadap RS OM** INTER**** Alam Sutera Serpong Tangerang Selatan, Selasa
(29/12/2009). Keputusan itu dibacakan majelis hakim yang diketuai Arthur
Hangewa. Pada tanggal 11 Mei 2009
Pengadilan Negeri Tangerang memenangkan gugatan perdata pihak rumah sakit
dengan menyatakan Prita terbukti melakukan perbuatan yang merugikan pihak rumah
sakit sehingga harus membayar kerugian material sebesar Rp161 juta sebagai
pengganti uang klarifikasi di koran nasional dan Rp100 juta untuk kerugian
immaterial. Pada tanggal 13 Mei 2009
oleh Kejaksaan Negeri Tangerang Prita dijerat dengan pasal 310 Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dan Pasal 27 Ayat 3 Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) serta dinyatakan
harus ditahan karena dikhawatirkan akan melarikan diri serta menghilangkan
barang bukti. Pada tanggal 3 Juni 2009
Prita dibebaskan dari LP Wanita Tangerang, dan status tahanan diubah menjadi
tahanan kota. Kemudian pada tanggal 11 Juni
2009 Pengadilan Negeri
Tangerang mencabut status tahanan kota. Kasus penahanan yang menimpa Prita Mulyasari
memunculkan gelombang protes serta dukungan dari para blogger, praktisi
teknologi informasi, hukum, hingga para politisi, dan pejabat negara. Sampai
tanggal 5 Juni 2009 dukungan terhadap
Prita di Facebook
hampir mencapai 150 ribu anggota, begitu pula dukungan melalui blog yang
disampaikan para blogger terus bertambah setiap harinya. Beberapa kalangan
menilai Prita tidak layak ditahan serta hanya menjadi korban penyalahgunaan Undang-undang
Informasi dan Transaksi Elektronik, tak kurang pula Megawati Soekarno
Putri ikut menilai Prita merupakan korban neoliberalisme.
Besarnya dukungan serta simpatisan atas kasus ini membuat Presiden
Indonesia,
Susilo Bambang Yudhoyono, meminta penjelasan
dari Kapolri dan Jaksa Agung, serta meminta seluruh jajaran penegak hukum untuk
memperhatikan rasa keadilan dalam masyarakat dalam menjalankan tugas.
Analisis :
Menurut pandangan saya berpendapat
bahwa aturan yang RS OM** INTER**** memperbolehkan kita untuk mengatakan bahwa
perusahaan bertindak seperti individu dan memiliki tujuan yang disengaja atas
apa yang mereka lakukan padahal sudah melanggar hUkum, saya dapat mengatakan pertanggungjawaban
secara moral untuk tindakan mereka dan bahwa tindakan mereka adalah atau tidak
bermoral. Yang di lakukan Prita dalam mengeluhkan minimnya penjelasan yang
diberikan oleh dokter atas jenis-jenis terapi medis yang diberikan, di samping
kondisi kesehatan yang semakin memburuk yang diduga akibat kesalahan dalam
pemeriksaan Prita
kemudian menulis surat elektronik tentang tanggapan serta keluhan atas
perlakuan yang diterimanya ke sebuah milis. Ini metupakan suatu kebebesan
berpendapat yang di jelasakan dalam undang-undang. Terus terang saya merasa
prihatin dan bersimpati pada Prita. Saya merasa dia tak layak dihukum seberat
itu, bahkan sampai masuk penjara. Ini jelas teror bagi kita, konsumen, yang
sering kali diperlakukan tak layak dan tak adil, tapi ketika mengeluh malah
dituduh mencemarkan nama baik. Pemahaman tentang yang dituntut, dilarang,
dinilai atau disalahkan oleh standar moral yang masuk akal. Ini merupakan suatu
pelanggaran etika di dalam ilmu kedokteran bertanggung jawab yang gagal
mengikuti standar moral atau mengatakan bahwa organisasi memiliki kewajiban
moral.
Sumber
:
http://nasional.kompas.com/read/2011/07/10/0132193/Kejanggalan.Kasus.Prita.Menyeruak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar