ETIKA DAN BISNIS
ETIKA BISNIS
merupakan sebuah kontradiksi istilah karena ada pertentangan antara etika dan
minat pribadi yang berorientasi pada pencarian keuntungan. Ketika ada konflik
antara etika dan keuntungan, bisnis lebih memilih keuntungan daripada etika.
Buku Business
Ethics mengambil pandangan bahwa tindakan etis merupakan strategi
bisnis jangka
panjang terbaik bagi perusahaan – sebuah pandangan yang semakin diterima dalam
beberapa tahun belakangan ini.
1.1.ETIKA
BISNIS DAN ISU TERKAIT
Menurut kamus, istilah
etika memiliki beragam makna berbeda. Salah satu maknanya
adalah “prinsip
tingkah laku yang mengatur individu dan kelompok”. Makna kedua
menurut kamus –
lebih penting – etika adalah “kajian moralitas”. Tapi meskipun etika
berkaitan dengan
moralitas, namun tidak sama persis dengan moralitas. Etika adalah
semacam
penelaahan, baik aktivitas penelaahan maupun hasil penelaahan itu sendiri,
sedangkan
moralitas merupakan subjek.
A. Moralitas
Moralitas adalah
pedoman yang dimiliki individu atau kelompok mengenai apa itu benar
dan salah, atau
baik dan jahat.
Pedoman moral
mencakup norma-norma yang kita miliki mengenai jenis-jenis tindakan
yang kita yakini
benar atau salah secara moral, dan nilai-nilai yang kita terapkan pada
objek-objek yang
kita yakini secara moral baik atau secara moral buruk. Norma moral
seperti “selalu
katakan kebenaran”, “membunuh orang tak berdosa itu salah”. Nilai-nilai
moral biasanya
diekspresikan sebagai pernyataan yang mendeskripsikan objek-objek atau
ciri-ciri objek
yang bernilai, semacam “kejujuran itu baik” dan “ketidakadilan itu buruk”.
Standar moral
pertama kali terserap ketika masa kanak-kanak dari keluarga, teman,
pengaruh
kemasyarakatan seperti gereja, sekolah, televisi, majalah, music dan
perkumpulan.
Hakekat standar
moral :
1. Standar moral
berkaitan dengan persoalan yang kita anggap akan merugikan
secara serius
atau benar-benar akan menguntungkan manusia.
2. Standar moral
tidak dapat ditetapkan atau diubah oleh keputusan dewan otoritatif
tertentu.
3. Standar moral
harus lebih diutamakan daripada nilai lain termasuk (khususnya)
kepentingan
diri.
4. Standar moral
berdasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak.
5. Standar moral
diasosiasikan dengan emosi tertentu dan kosa kata tertentu.
Standar moral,
dengan demikian, merupakan standar yang berkaitan dengan persoalan
yang kita anggap
mempunyai konsekuensi serius, didasarkan pada penalaran yang baik
bukan otoritas,
melampaui kepentingan diri, didasarkan pada pertimbangan yang tidak
memihak, dan
yang pelanggarannya diasosiasikan dengan perasaan bersalah dan malu
dan dengan emosi
dan kosa kata tertentu.
B. Etika
Etika merupakan
ilmu yang mendalami standar moral perorangan dan standar moral
masyarakat. Ia
mempertanyakan bagaimana standar-standar diaplikasikan dalam
kehidupan kita dan
apakah standar itu masuk akal atau tidak masuk akal – standar, yaitu
apakah didukung
dengan penalaran yang bagus atau jelek.
Etika merupakan
penelaahan standar moral, proses pemeriksaan standar moral orang atau
masyarakat untuk
menentukan apakah standar tersebut masuk akal atau tidak untuk
diterapkan dalam
situasi dan permasalahan konkrit. Tujuan akhir standar moral adalah
mengembangkan
bangunan standar moral yang kita rasa masuk akal untuk dianut.
Etika merupakan
studi standar moral yang tujuan eksplisitnya adalah menentukan standar
yang benar atau
yang didukung oleh penalaran yang baik, dan dengan demikian etika
mencoba mencapai
kesimpulan tentang moral yang benar benar dan salah, dan moral
yang baik dan
jahat.
C. Etika Bisnis
Etika bisnis
merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah.
Studi ini
berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan,
institusi, dan
perilaku bisnis.
Etika bisnis
merupakan studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke
dalam system dan
organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi
dan
mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada di
dalam
organisasi.
Penerapan Etika
pada Organisasi Perusahaan
Dapatkan
pengertian moral seperti tanggung jawab, perbuatan yang salah dan kewajiban
diterapkan
terhadap kelompok seperti perusahaan, ataukah pada orang (individu) sebagai
perilaku moral
yang nyata?
Ada dua
pandangan yang muncul atas masalah ini :
Ekstrem pertama,
adalah pandangan yang berpendapat bahwa, karena aturan yang
mengikat,
organisasi memperbolehkan kita untuk mengatakan bahwa perusahaan
bertindak
seperti individu dan memiliki tujuan yang disengaja atas apa yang mereka
lakukan, kita
dapat mengatakan mereka bertanggung jawab secara moral untuk tindakan
mereka dan bahwa
tindakan mereka adalah bermoral atau tidak bermoral dalam
pengertian yang
sama yang dilakukan manusia.
Ekstrem kedua,
adalah pandangan filsuf yang berpendirian bahwa tidak masuk akal
berpikir bahwa
organisasi bisnis secara moral bertanggung jawab karena ia gagal
mengikuti
standar moral atau mengatakan bahwa organisasi memiliki kewajiban moral.
Organisasi
bisnis sama seperti mesin yang anggotanya harus secara membabi buta
mentaati
peraturan formal yang tidak ada kaitannya dengan moralitas. Akibatnya, lebih
tidak masuk akal
untuk menganggap organisasi bertanggung jawab secara moral karena
ia gagal
mengikuti standar moral daripada mengkritik organisasi seperti mesin yang gagal
bertindak secara
moral.
Karena itu, tindakan
perusahaan berasal dari pilihan dan tindakan individu manusia,
indivdu-individulah
yang harus dipandang sebagai penjaga utama kewajiban moral dan
tanggung jawab
moral : individu manusia bertanggung jawab atas apa yang dilakukan
perusahaan
karena tindakan perusahaan secara keseluruhan mengalir dari pilihan dan
perilaku mereka.
Jika perusahaan bertindak keliru, kekeliruan itu disebabkan oleh pilihan
tindakan yang
dilakukan oleh individu dalam perusahaan itu, jika perusahaan bertindak
secara moral,
hal itu disebabkan oleh pilihan individu dalam perusahaan bertindak secara
bermoral.
Globalisasi,
Perusahaan Multinasional dan Etika Bisnis
Globalisasi
adalah proses yang meliputi seluruh dunia dan menyebabkan system ekonomi
serta sosial
negara-negara menjadi terhubung bersama, termasuk didalamnya barangbarang,
jasa, modal,
pengetahuan, dan peninggalan budaya yang diperdagangkan dan
saling berpindah
dari satu negara ke negara lain. Proses ini mempunyai beberapa
komponen,
termasuk didalamnya penurunan rintangan perdagangan dan munculnya pasar
terbuka dunia,
kreasi komunikasi global dan system transportasi seperti internet dan
pelayaran
global, perkembangan organisasi perdagangan dunia (WTO), bank dunia, IMF,
dan lain
sebagainya.
Perusahaan
multinasional adalah inti dari proses globalisasi dan bertanggung jawab
dalam transaksi
internasional yang terjadi dewasa ini. Perusahaan multinasional adalah
perusahaan yang
bergerak di bidang yang menghasilkan pemasaran, jasa atau operasi
administrasi di
beberapa negara. Perusahaan multinasional adalah perusahaan yang
melakukan
kegiatan produksi, pemasaran, jasa dan beroperasi di banyak negara yang
berbeda.
Karena
perusahaan multinasional ini beroperasi di banyak negara dengan ragam budaya
dan standar yang
berbeda, banyak klaim yang menyatakan bahwa beberapa perusahaan
melanggar norma
dan standar yang seharusnya tidak mereka lakukan.
F. Etika Bisnis
dan Perbedaan Budaya
Relativisme etis
adalah teori bahwa, karena masyarakat yang berbeda memiliki
keyakinan etis
yang berbeda. Apakah tindakan secara moral benar atau salah, tergantung
kepada pandangan
masyarakat itu. Dengan kata lain, relativisme moral adalah pandangan
bahwa tidak ada
standar etis yang secara absolute benar dan yang diterapkan atau harus
diterapkan
terhadap perusahaan atau orang dari semua masyarakat. Dalam penalaran
moral seseorang,
dia harus selalu mengikuti standar moral yang berlaku dalam
masyarakat
manapun dimana dia berada.
Pandangan lain
dari kritikus relativisme etis yang berpendapat, bahwa ada standar moral
tertentu yang
harus diterima oleh anggota masyarakat manapun jika masyarakat itu akan
terus
berlangsung dan jika anggotanya ingin berinteraksi secara efektif.
Relativisme etis
mengingatkan kita bahwa masyarakat yang berbeda memiliki keyakinan
moral yang berbeda,
dan kita hendaknya tidak secara sederhana mengabaikan keyakinan
moral kebudayaan
lain ketika mereka tidak sesuai dengan standar moral kita.
G. Teknologi dan
Etika Bisnis
Teknologi yang
berkembang di akhir dekade abad ke-20 mentransformasi masyarakat
dan bisnis, dan
menciptakan potensi problem etis baru. Yang paling mencolok adalah
revolusi dalam
bioteknologi dan teknologi informasi. Teknologi menyebabkan beberapa
perubahan
radikal, seperti globalisasi yang berkembang pesat dan hilangnya jarak,
kemampuan
menemukan bentuk-bentuk kehidupan baru yang keuntungan dan resikonya
tidak
terprediksi. Dengan perubahan cepat ini, organisasi bisnis berhadapan dengan
setumpuk
persoalan etis baru yang menarik.
1.2 PERKEMBANGAN
MORAL DAN PENALARAN MORAL
A. Perkembangan
Moral
Riset psikologi
menunjukkan bahwa, perkembangan moral seseorang dapat berubah
ketika dewasa.
Saat anak-anak, kita secara jujur mengatakan apa yang benar dan apa
yang salah, dan
patuh untuk menghindari hukuman. Ketika tumbuh menjadi remaja,
standar moral
konvensional secara bertahap diinternalisasikan. Standar moral pada tahap
ini didasarkan
pada pemenuhan harapan keluarga, teman dan masyarakat sekitar. Hanya
sebagian manusia
dewasa yang rasional dan berpengalaman memiliki kemampuan
merefleksikan secara
kritis standar moral konvensional yang diwariskan keluarga, teman,
budaya atau
agama kita. Yaitu standar moral yang tidak memihak dan yang lebih
memperhatikan
kepentingan orang lain, dan secara memadai menyeimbangkan perhatian
terhadap orang
lain dengan perhatian terhadap diri sendiri.
Menurut ahli
psikologi, Lawrence Kohlberg, dengan risetnya selama 20 tahun,
menyimpulkan,
bahwa ada 6 tingkatan (terdiri dari 3 level, masing-masing 2 tahap) yang
teridentifikasi
dalam perkembangan moral seseorang untuk berhadapan dengan isu-isu
moral.
Tahapannya adalah sebagai berikut :
1) Level satu :
Tahap Prakonvensional
Pada tahap
pertama, seorang anak dapat merespon peraturan dan ekspektasi sosial dan
dapat menerapkan
label-label baik, buruk, benar dan salah.
Tahap satu :
Orientasi Hukuman dan Ketaatan
Pada tahap ini,
konsekuensi fisik sebuah tindakan sepenuhnya ditentukan oleh kebaikan
atau keburukan
tindakan itu. Alasan anak untuk melakukan yang baik adalah untuk
menghindari
hukuman atau menghormati kekuatan otoritas fisik yang lebih besar.
Tahap dua :
Orientasi Instrumen dan Relativitas
Pada tahap ini,
tindakan yang benar adalah yang dapat berfungsi sebagai instrument
untuk memuaskan
kebutuhan anak itu sendiri atau kebutuhan mereka yang dipedulikan
anak itu.
2) Level dua :
Tahap Konvensional
Pada level ini,
orang tidak hanya berdamai dengan harapan, tetapi menunjukkan loyalitas
terhadap
kelompok beserta norma-normanya. Remaja pada masa ini, dapat melihat situasi
dari sudut
pandang orang lain, dari perspektif kelompok sosialnya.
Tahap Tiga :
Orientasi pada Kesesuaian Interpersonal
Pada tahap ini,
melakukan apa yang baik dimotivasi oleh kebutuhan untuk dilihat sebagai
pelaku yang baik
dalam pandangannya sendiri dan pandangan orang lain.
Tahap Empat :
Orientasi pada Hukum dan Keteraturan
Benar dan salah
pada tahap konvensional yang lebih dewasa, kini ditentukan oleh
loyalitas
terhadap negara atau masyarakat sekitarnya yang lebih besar. Hukum dipatuhi
kecuali tidak
sesuai dengan kewajiban sosial lain yang sudah jelas.
3) Level tiga :
Tahap Postkonvensional, Otonom, atau Berprinsip
Pada tahap ini,
seseorang tidak lagi secara sederhana menerima nilai dan norma
kelompoknya. Dia
justru berusaha melihat situasi dari sudut pandang yang secara adil
mempertimbangkan
kepentingan orang lain. Dia mempertanyakan hukum dan nilai yang
diadopsi oleh
masyarakat dan mendefinisikan kembali dalam pengertian prinsip moral
yang dipilih
sendiri yang dapat dijustifikasi secara rasional. Hukum dan nilai yang pantas
adalah yang
sesuai dengan prinsip-prinsip yang memotivasi orang yang rasional untuk
menjalankannya.
Tahap Lima :
Orientasi pada Kontrak Sosial
Tahap ini,
seseorang menjadi sadar bahwa mempunyai beragam pandangan dan pendapat
personal yang
bertentangan dan menekankan cara yang adil untuk mencapai consensus
dengan
kesepahaman, kontrak, dan proses yang matang. Dia percaya bahwa nilai dan
norma bersifat
relative, dan terlepas dari consensus demokratis semuanya diberi toleransi.
Tahap Enam :
Orientasi pada Prinsip Etika yang Universal
Tahap akhir ini,
tindakan yang benar didefinisikan dalam pengertian prinsip moral yang
dipilih karena
komprehensivitas, universalitas, dan konsistensi. Alasan seseorang untuk
melakukan apa
yang benar berdasarkan pada komitmen terhadap prinsip-prinsip moral
tersebut dan dia
melihatnya sebagai criteria untuk mengevaluasi semua aturan dan
tatanan moral
yang lain.
Teori Kohlberg
membantu kita memahami bagaimana kapasitas moral kita berkembang
dan
memperlihatkan bagaimana kita menjadi lebih berpengalaman dan kritis dalam
menggunakan dan
memahami standar moral yang kita punyai. Namun tidak semua orang
mengalami
perkembangan, dan banyak yang berhenti pada tahap awal sepanjang
hidupnya. Bagi
mereka yang tetap tinggal pada tahap prakonvensional, benar atau salah
terus menerus
didefinisikan dalam pengertian egosentris untuk menghindari hukuman
dan melakukan
apa yang dikatakan oleh figur otoritas yang berkuasa. Bagi mereka yang
mencapai tahap
konvensional, tetapi tidak pernah maju lagi, benar atau salah selalu
didefinisikan dalam
pengertian norma-norma kelompok sosial mereka atau hukum negara
atau masyarakat
mereka. Namun demikian, bagi yang mencapai level postkonvensional
dan mengambil
pandangan yang reflektif dan kritis terhadap standar moral yang mereka
yakini, benar
dan salah secara moral didefinisikan dalam pengertian prinsip-prinsip moral
yang mereka
pilih bagi mereka sendiri sebagai yang lebih rasional dan memadai.
B. Penalaran
Moral
Penalaran moral
mengacu pada proses penalaran dimana prilaku, institusi, atau kebijakan
dinilai sesuai
atau melanggar standar moral. Penalaran moral selalu melibatkan dua
komponen
mendasar :
1. Pemahaman
tentang yang dituntut, dilarang, dinilai atau disalahkan oleh standar
moral yang masuk
akal.
2. Bukti atau
informasi yang menunjukkan bahwa orang, kebijakan, institusi, atau
prilaku tertentu
mempunyai ciri-ciri standar moral yang menuntut, melarang,
menilai, atau
menyalahkan.
3. Menganalisis
Penalaran Moral
Ada beberapa
criteria yang digunakan para ahli etika untuk mengevaluasi kelayakan
penalaran moral,
yaitu :
• Penalaran
moral harus logis.
• Bukti factual
yang dikutip untuk mendukung penilaian harus akurat, relevan dan
lengkap.
• Standar moral yang
melibatkan penalaran moral seseorang harus konsisten.
a. Moral Dalam Dunia Bisnis
Sejalan dengan berakhirnya pertemuan para pemimpin APEC di Osaka
Jepang dan dengan diperjelasnya istilah untuk menjadikan Asia Pasifik ditahun
2000 menjadi daerah perdagangan yang bebas sehingga baik kita batas dunia akan
semakin "kabur" (borderless) world. Hal ini jelas membuat semua
kegiatan saling berpacu satu sama lain untuk mendapatkan kesempatan (opportunity)
dan keuntungan (profit). Dengan kondisi seperti ini, pelaku
bisnis kita jelas akan semakin berpacu dengan waktu serta negara-negara lainnya
agar terwujud suatu tatanan perekonomian yang saling menguntungkan. Namun perlu
kita pertanyakan apakah yang diharapkan oleh pemimpin APEC tersebut dapat
terwujud manakala masih ada bisnis kita khususnya dan internasional umumnya
dihinggapi kehendak saling "menindas" agar memperoleh tingkat
keuntungan yang berlipat ganda. Inilah yang merupakan tantangan bagi etika
bisnis kita.
Jika
kita ingin mencapai target pada tahun 2000 an, ada saatnya dunia bisnis kita
mampu menciptakan kegiatan bisnis yang bermoral dan beretika, yang terlihat
perjalanan yang seiring dan saling membutuhkan antara golongan menengah kebawah
dan pengusaha golongan keatas. Apakah hal ini dapat diwujudkan ?
Berbicara
tentang moral sangat erat kaitannya dengan pembicaraan agama dan budaya,
artinya kaidah-kaidah dari moral pelaku bisnis sangat dipengaruhi oleh ajaran
serta budaya yang dimiliki oleh pelaku-pelaku bisnis sendiri. Setiap agama
mengajarkan pada umatnya untuk memiliki moral yang terpuji, apakah itu dalam
kegiatan mendapatkan keuntungan dalam ber-"bisnis". Jadi, moral sudah
jelas merupakan suatu yang terpuji dan pasti memberikan dampak positif bagi
kedua belah pihak. Umpamanya, dalam melakukan transaksi, jika dilakukan dengan
jujur dan konsekwen, jelas kedua belah pihak akan merasa puas dan memperoleh kepercayaan
satu sama lain, yang pada akhirnya akan terjalin kerja sama yang erat saling
menguntungkan.
Moral
dan bisnis perlu terus ada agar terdapat dunia bisnis yang benar-benar menjamin
tingkat kepuasan, baik pada konsumen maupun produsen. Kenapa hal perlu ini
dibicarakan?
Isu
yang mencuat adalah semakin pesatnya perkembangan informasi tanpa diimbangi
dengan dunia bisnis yang ber "moral", dunia ini akan menjadi suatu
rimba modern yang di kuat menindas yang lemah sehingga apa yang diamanatkan UUD
1945, Pasal 33 dan GBHN untuk menciptakan keadilan dan pemerataan tidak akan
pernah terwujud.
Moral
lahir dari orang yang memiliki dan mengetahui ajaran agama dan budaya. Agama
telah mengatur seseorang dalam melakukan hubungan dengan orang sehingga dapat
dinyatakan bahwa orang yang mendasarkan bisnisnya pada agama akan memiliki
moral yang terpuji dalam melakukan bisnis. Berdasarkan ini sebenarnya moral
dalam berbisnis tidak akan bisa ditentukan dalam bentuk suatu peraturan (rule)
yang ditetapkan oleh pihak-pihak tertentu. Moral harus tumbuh dari diri
seseorang dengan pengetahuan ajaran agama yang dianut budaya dan dimiliki harus
mampu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.
b.
Etika Dalam Dunia Bisnis
Apabila
moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan kebaikan etika
bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara rela
dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu
mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang,
selaras, dan serasi.
Etika
sebagai rambu-rambu dalam suatu kelompok masyarakat akan dapat membimbing dan
mengingatkan anggotanya kepada suatu tindakan yang terpuji (good conduct) yang
harus selalu dipatuhi dan dilaksanakan. Etika di dalam bisnis sudah
Sumber
:
e-USU Repository
©2004 Universitas Sumatera Utara 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar